Wednesday 18 March 2009

Hari istimewa nan melelah. Begituah hari-hari saya lewati di garis batas Khatulistiwa. Ketika saya mendatangi senja sore itu di Siantan, saya bersama Mathias Waldmayer, kami berdua berfoto bersama, karena suatu saat kami pasti berpisah, Dia Pulang ke Jerman.

Sore itu, saya bercerita tentang Indonesia, dia bercerita tentang Jerman, saya belajar bicara Inggris, bagi saya bahasa itu gampang-gampang susah. gampangnya karena tinggal di singkat dari bahasa Indonesia, misalnya bola dalam bahasa inggris ball, lampu jadi lamp. Jadi kalau kita bicara dengan orang eropa mau minta kerja gampang, tinggal ngomong, "Tab tu sa min ker," artinya Tabek tuan saya minta kerja. Gampangkan?. Tapi kalau diapakan sama bule' jangan marah ya itu memang standar bahasa jamannya Anglo Saxonnya saya.

Dalam perjalanan kami, saya tanpa malu minta satu dollar dari Matheas, bukan untuk deposito, kalau mau dibilang ngemis boleh juga, tapi bagi saya itu untuk kenang-kenangan. Saya ingin mendapatkan uang dollar dari orang Jerman yang kuliah di Bonn University itu, untuk kenag-kenangan kami, karena saya tahu suatu saat kami pasti berpisah dan entah kapan ketemu.

Saya orangnya penyuka keabadian, dalam persahabatan pun mesti ada kenang-kenangan dan kenangan biar saling ingat sepanjang hayat. Sama dengan menulis, bagi saya menulis itu mengenang untuk keabadian, kata Pak Pram.

Bagi saya juga, persahabatan jauh lebih berharga daripada apapun, namun cari sahabat itu sama dengan belajar bahasa inggris, kadang saya menggunakan sistem SKSD, tapi jangan ditiru, bisa-bisa kamu digampar apalagi kalau ketemu orang angkuh, yang wajahnya saja tidak bersahabat seperti monyet misalnya. Tahukan orang Indonesia yang selalu menerapkan kecurigaan lebih dulu daripada pikiran positif jika ketemu orang baru?.

Kembali ke Kisah sore itu, agar tak banyak ngelantur.

ketika rapat redaksi, saya dipanggil Mathias, ternyata dia beri saya satu Dollar, dan menukarnya dengan kartu nama saya. Saya senang bukan kepalang, rasanya seperti mendapatkan ribuan kali lipat dari kenyataan, saya tidak melihat nominalnya, tapi Mathias Konsisten, janji dia tepati, saya diberi kenangan berarti dan berharga, saya janji akan simpan itu, siapa tahu Mathias selesai kuliah di Bonn University Jerman kelak jadi Presiden menggantikan Horst Köhler,yang sekarang menjabat Presiden Jerman.

Horst Kohler lahir 22 Februari 1943 Köhler Pemilihan Presiden Jerman 2004 Pemilihan_Presiden_Jerman 2004 Bundesversammlung (Jerman) Sebelum terpilih, Köhler mempunyai karier yang cemerlang di dunia politik dan sebagai pegawai negeri. Paling akhir ia menjabat sebagai kepala di Dana Moneter Internasional
Mathias pintar dia pandai bahasa Inggris dan Jerman, saya doakan kamu sukses ya le', (bule' Matheas)....Mathias Sampai Ketemu...Saya Tunggu Kamu di Bumi Borneo dan di Borneo Tribune lagi...kita main futsall ya...saya tak tahu saya bisa ke tempat mu atau tidak.Gusti Ora Sare...

Monday 9 March 2009

Pagi itu otak saya error. Saking errornya tidak ada persiapan ketika berangkat memburu berita, padahal banyak yang bisa ditulis. kalbar besar, kemiskinan pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai. belum lagi illegal logging, perampokan kian menjadi, tata pemerintahan tidak jelas karena legislatif dan eksekutif berebut kuasa, masing-masing tidak mau kalah

Ini lahan buat wartawan," kata teman suatu ketika.
Pertikaian bisa dibesarkan dan dikecilkan tergantung kelihaian wartawan memainkan situasi, pun kalau wartawannya cerdas
Kadang saya juga tak suka dengan profesi ini, namun karena panggilan dan hobi, pusing bagaimanapun tetap saya jalankan. Bukan apa, hanya benci sama diri sendiri saja, ide kadang hilang, pas tidur atau diatas motor seribu ide muncul untuk meulis apa saja, termasuk menulis yang ( maaf) jorok-jorok tentang lawan jenis babi jantan, ditempat pemotongan.

**
agak tak nyambung, Pagi itu saya berangkat berburu. Pulpen, buku dan kamera serta perlengkapan tempur lainnya sudah menyatu di Tas pemberian Pertamina. Tas kerja itu setia berpagut di punggung setiap hari, tanpa komentar mencium bau keringat yang kadang tak sesuai selera penciuman normal.
saya melaju di jalanan, perut keroncongan, semadi nam saya singgah di Pak Tea, karena malamnya, Pak Sarimin, Guru SLTP saya meminta ke rumah. Dia bawa oleh-oleh dari Darit, Mempawah Hulu, Landak. Ini...ni... sangsang babi, wuih enak sekali-sekali enak.
Tanpa banyak cing-cong saya makan hampir tak ditawar sama orang rumah, niat makan hampir bersamaan dengan tawaran. Pak Tea yang seprofesi dengan saya sebagai pemburu menyirap daging babi yang sebelumnya dipotong sagola.
Enak sekali rasanya makan pagi itu...saya tak tengok kiri kanan...saya makan karena saya lapar.
sambil menunggu Pak Tea mandi, saya nonton metro TV, iklanya berturut-turut Jusuf Kala dengan golkarnya, saya ogah nonton, namun ketika pindah di chanel lain, sama saja, iklan parpol mulu.

Beberapa hari sebelumnya, saya hilang selera meliput JK yang datang ke Pontianak, dalam rangka kunjungan sebagai Ketua DPP Golkar, tugas itu saya limpahkan ke senior, agak tak sopan memang...tapi bagaimana, saya paling alergi dengan ketatnya pengamanan Paspampres, sampai-sampai ditegur wartawan pun paspampres tak mau nyahut, wajahnya pun terkesan tak bersahabat, saya malas dan pulang saja dari Zamrud Khatulistiwa. Di hati sudah hilang niat meliput JK, jengkel juga..."Tak tahu aslinya JK akrab tidak sama rakyat kecil, kan dia anak saudagar?".

Seberapa jahat ya orang Kalbar, sampai paspampres kayak gitu? gumamku. JK-kan dipilih rakyat, meski dia datang sebagai DPP Golkar, Rakyat tetap menganggapnya sebagai Wapres, Rakyat Kalbar ingin ketemu langsung dan mengeluhkan setiap kesengsaraannya pada pemimpin yang mereka pilih langsung.

Jaman Pak Karno, Pengamanan tak segitunya, beliau bebas berjalan dipematang sawah, ngobrol dengan rakyat di mana saja. Beliau tahu persis bagaimana kehidupan rakyat. Di malam gelap pun rakyat hafal dengan suara pak Karno.

Setahu saya, Pak Karno itu presiden Indonesia yang merakyat, kebapakan dan berkarakter sehingga banyak politikus yang menyertakan gambar Pak Karno dalam balihonya, padahal politikus tersebut sifatnya bertolak belakang dengan Pak Karno, boleh uji? apalagi soal karakter. Ah... jadi ngelantur.

Kami berangkat dari rumah, rencana mau ke Hotel Santika, liputan paeran pendidikan internasional, namun sudah selesai, kasihan deh. muka dua orang tanpa dosa keluar...dan membayar parkir, berlalu ke Jalan Ampera ketemu Deputi Direktur walhi, Blasius Hendi Candra, mau wawancara apa saj yang menjadi isu terhangat dari walhi.

Rumahnya di jaan Ampera, lewatnya Jalan Danau Sentarum, saya ditanya sama Pak Tea..."Ini lurus kah?"
"Lanjut?" kataku, padahal tak tahu dimana arah jalan Ampera.
eh...ternyata kami sudah sampai di Sungai Jawi...saya memang tak tahu mana jalan danau sentarum, apalagi Jalan Ampera.
Namun sok tahu saja, kan baru tiga bulan di Pontianak...mana bisa cepat menghafal jalan ruwet kota ini, apalagi menghafal kios liar di tepi jalan.

Kami nyasar...Pak Tea yang biasanya kalau marah jenggotnya tambah panjang tak bisa marah karena dia juga lama tak di Kalbar. Kami bingung, balik lagi ke jalan awal, nyari rumah Hendi. Aku hanya komentar " Tanyak Kelik Selubang namanya..."