Wednesday, 28 May 2008

Ketika pesawat sudah menginjak tanah Jogja yang sudah dilapisi aspal, saya ingin berteriak, karena kota pendidikan itu ku injak kembali. Saya mengantar Yovinus (adik sepupu), biasa disebut si gendut ke Jogja untuk melanjutkan studi ke Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. kampus tempat saya menuntut ilmu kurang lebih tujuh tahun. Di Jogja saya kembali bertemu dengan Romo Baskara. Dulu sewaktu kuliah saya pernah bertemu Romo Bas, beliau adalah seorang Romo yang aneh menurutku. anehnya karena sudah mendapat gelar Doktor tetapi masih terlihat muda dan belum beruban, berjiwa muda, dan sangat menghargai orang lain yang ingin belajar, tidak terlihat sibuk walau waktu yang disediakan selama 24 jam bagi beliau mungkin kurang karena dipenuhi oleh berbagai aktivitas akademik dan kemanusiaan. Maklum beliau seorang dosen Sejarah dan program pasca sarjana di kampus humanis itu. Romo yang murah senyum tersebut saya hubungi melalui telpon selular ketika sudah sampai ditempat kami berdua menginap, yaitu rumah bapak Dalijan. Rumah Pak Dalijan adalah tempat saya indekost sewaktu kuliah.
Sehari setelah saya sampai di Jogja, tepatnya tanggal 20 Mei 2008, bertepatan dengan hari kebangkitan nasional, saya bertemu dengan F.X. Baskara Tulus Wardaya S.J (begitulah nama lengkapnya). Mungkin karena suasana hari kebangkitan nasional, saya mendapat wejangan dari beliau. Romo Bas, begitu beliau akrab dipanggil, mengingatkan saya, kalau kami sebagai pemuda penerus generasi dan pembangunan di Kalbar harus berjuang lebih keras, karena membangun Kalbar sangat berat dan butuh orang-orang yang berjiwa fighter serta tetap memiliki nuraniLebih lanjut Romo berpesan, kalau jangan hanya mengandalkan isyu kedaerahan, dan yang perlu diingat adalah Kalimantan Barat wilayah Indonesia, dan suku Dayak yang ada di dalamnya itu orang Indonesia. Lebih jelasnya Romo Bas mengatakan "Jadilah Indonesia yang kebetulan Dayak, bukan Dayak yang kebetulan Indonesia". Kurang lebih dua jam kami ngobrol di ruang tamu Pastoran Belarminus Mrican, akhirnya saya pamit, karena adik (ini bukan adik sepupu)yang mengantar saya sudah kelihatan ngantuk. Sebelum pulang Romo Bas titip salam untuk teman-teman di Kalbar, antara lain Bang Mering dan Anika. Rencananya Romo Bas Januari akan ke Kalimantan Barat, itupun kalau kami jadi mengundang beliau, karena diam-diam Romo Bas ingin sekali ke Kalimantan Barat rupanya.Romo Bas juga memberikan buku "Membongkar Supersemar" dan akan diberi pada saya waktu bedah buku "Indonesia Melawan Amerika" yang juga hasil karya intelektual Romo Bas. Malamnya, saya bersama adek (bukan adek sepupu), ke GOR UNY untuk menghadiri acara tersebut. Saya benar-benar mendapat hadiah buku dari Romo Bas, dan buku itu sekarang lagi di resensi oleh Bang A.A.Mering dari harian Borneo Tribune. Senangnya diriku diberi buku oleh seorang doktor,dan saya pun kembali ke tanah borneo sehari kemudian.
Walaupun baru pulang dari Jogja, saya tidak merasa terlalu capek.Mungkin karena sudah terbiasa bolak-balik naik pesawat Jogja-Pontianak. Ketika sampai di Pontianak,bukannya istirahat,malamnya saya langsung mengikuti pertemuan dengan Mas Andreas Harsono dari Pantau Jakarta diikuti juga oleh Pak Kristianus Atok, Bang Yohanes Supriyadi, Bang Mering, Bang David, Bang Tanto Yakobus, ada juga Pak Flora (Sunawar Owat) dari YPB dan kawan-kawan aktivis lainnya. Dengan Andreas Harsono, saya bingung, beliau yang sudah memiliki beberapa rambut putih tersebut, lebih tepat saya panggil bapak, Om, Bung, Bang atau siapalah sebagai wujud penghargaan saya pada salah seorang dewa dalam dunia jurnalistik di Indonesia. Tapi kayaknya saya panggil MAs saja karena dari penampilan beliau masih terlihat muda, walau sudah memiliki putra bernama Norman Harsono (seperti yang saya baca dalam blognya http://andreasharsono.blogspot.com).
Malam itu kami diberi wejangan oleh Mas Andreas Harsono (saya mengikuti trendnya para senior aktivis seperti Bang Mering, memanggil beliau dengan sebutan "Mas". Ya ternyata enak juga dengan ungkapan tersebut, karena lebih simpel dan enak di ucap. Kebetulan juga beliau orang jawa. Saya banyak tahu tentang beliau melalui blog, saya rasa bloglah yang menebus rasa keingintahuan saya pada sosok yang hanya saya tahu dalam buku, seperti Bang Mering, dan Mas Andreas Harsono(sayang, mungkin Mas Andreas Harsono sudah lupa dengan saya, tapi tidak apa-apalah, yang penting saya sudah pernah bertemu dengan seorang Jurnalis tersohor negeri ini, yang memahami betul mengenai sepuluh elemen jurnalisme)
Saya sebagai orang yang masih sangat hijau dalam dunia inteletual dan jurnalistik, masih harus banyak belajar, kebetulan Bang Mering dan disemangati oleh Pak Kris, Bang Yadi, teman-teman YPB, ELPAGAR, YPPN, dan Tribune Institute sangat mengerti dengan kesusahan hati saya sehingga merekalah yang memberi semangat hidup agar saya tetap pada jalan idealisme dan bertahan hidup di kota Khatulistiwa itu.

Tuesday, 27 May 2008

Adikku
Kau adalah matahari yang tiada lelah menyinari hati
Kau adalah purnama yang tiada lelah menerangi kegelapan rasa
Kau adalah segumpal salju yang mendinginkan hati pada puncak emosi
Kau adalah adikku yang berulang tahun hari ini 28 Mei 2008
22 tahun yang lalu engkau terlahir
Sekarang kau mendampingiku
Untuk bersama menggapai hidup bahagia

Kau bisa semangatkan ku saat aku terpuruk
Terluka oleh kejamnya gilasan waktu, beling yang menusuk kalbu
Kau hadir nyata di depanku untuk memberi sebuah senyuman yang sekali lagi menjadi penyejuk hati
Meski saat ini, jarak yang memisahkan kita, namun ku yakin Cinta sejati yang selama ini kita jalani akan mempertemukan dan Yang Mahakuasa menyatukan kita dalam mahligai nan suci.Margareta Mida Anzasari, nama yang indah selalu menghiasi dan mendapat tempat abadi dalam hatiku.



Friday, 16 May 2008

.....Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya, sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah....
Sore itu aku pulang kerja, sampai di rumah sudah jam 17.00 wib.Seperti biasa, di rumah tak tampak olehku seberkas senyum, dari mulut-mulut yang seakan terkatup rapat oleh problema hidup, yang menggantung di setiap sudut pikiran penghuni rumah. Tidak ada alunan lagu soundtrack-nya Keluarga Cemara hadir disana, menjadi penyejuk hati mereka yang masih dihuni oleh pikiran bar-bar. Seakan-akan hari kiamat tiba besok pagi, ketika ayam berkokok pertama kali. Suasana sore itu cukup membuat semua termenung kecuali aku, karena diriku selalu ku biasakan dengan pikiran-pikiran positif, sehingga di saat sedih-pun ekspresiku tak tampak,padahal siapa yang mengetahui kalau hatiku sudah penuh dengan borok-borok brokenhome, aku cukupkuat menghadapinya ya...aku cukup kuat, karena bagiku menangis tidak ada gunanya "Hadapi saja". Dengan tatapan kosong, semua bingung dengan apa yang akan dikerjakan. Suara bass ku memecah keheningan, dengan memanggil salah satu nama penghuni rumah yang juga penghuni hatiku. "Youngman" ujarku, "apa kabarmu hari ini?" kebetulan kami hampir seharian tidak bertemu, karena kesibukan masing-masing sehingga kami punya waktu bertemu hanya sore hari, "sungguh kasihan keluarga ini, karena sibuk mencari harta duniawi, waktu untuk berkumpul dengan keluarga hanya sore hari, itu pun kadang-kadang, dan itu pun pula dalam keadaan capek" gumamku dalam hati.
Di depan televisi yang masih menayangkan acara-acara infotainment, duduk bersandar di kursi jati, gadis kecil yang hanya terdiam, dengan muka merah penuh ekspresi dendam dan kulihat di kedua pipinya mengalir air bening yang keluar dari sudut-sudut matanya. "kenapa kamu,apa lagi yang terjadi hari ini,atas hari-hari surammu sebelumnya?" tanyaku setengah berpuisi. "Aku dimarah lagi" jawabnya tersendat. Tanpa mau peduli apa yang tadi dikatakan orang tuanya atas diri gadis kecil itu, aku menarik nafas, dalam hatiku mengatakan, sungguh anak ini malang nasibnya, setiap hari selalu dilanda kesedihan. Lalu terngiang kembali komitmenku yang memang setiap hari membisiki telingaku, "kamu hadir di sini untuk menghadirkan tawa kebahagiaan dalam keluarga mereka". Tersentak aku dengan lamunan sejenak, "oh...sudahlah tidak usah diceritakan aku sudah tahu". Karena, hari-hari sedari akhir masakuliahku selalu menghadapi femnomena rumah tangga mereka seperti itu, sehingga aku tergugah. Karena alasan mereka masih kecil dan butuh kebahagiaan dan kasih sayang dari orang tuanya, sering aku meneteskan air mata, ketika harus teringat dengan apa yang mereka buat selama ini. Hidup mereka sekeluarga sangat gelap, gelap akan kasih sayang, gelap akan cinta, gelap akan segala kebahagiaan yang semestinya mereka dapatkan dan bisa bersanding dengan harta yang mereka kumpulkan. Semua itu digelapkan oleh uang, harta dan kekayaan. Wajarlah pikirku, gadis kecil itu kebaghagiaannya tergadai, tergadai oleh ambisi orang tuanya, tergadai oleh kerakusan orang tuanya, tergadai...oleh...oleh...dan oleh....sampai nafasku kembali kutarik lagi tak selesai juga aku sebutkan daftar hitam itu. Faktor yang menghilangkan damai di bumi, kebahagian dalam keluarga, canda dan tawa gadis kecil itu. "Oke, kamu mandi sekarang kemudian belajar, sudalah jangan terlalu dipikirkan, selamamasih ada aku di sini semuanya akan baik-baik saja". Gadis kecil pun menurut kemudian masuk ke kamarnya dan mengambil peralatan mandi setelah itu menuju kamar mandi. Selesai mandi dia mengatakan "Nanti bantu saya mengerjakan PR-ya..","oke deh.." jawabku tanpa beban, karena aku ada janjian dengan teman jam19.30 malam itu. Sebelumpergi aku menghadirkan senyum lagi dalam hidupnya dan PR-nya selesai di garap tanpa mempedulikan benar atau salah, tapi aku yakin nilainya akan baik-baik saja, sama dengan harapanku akan hari-hari gadis kecil itu. Gadis kecil itu, membuat hatiku tersayat karena keluguannya, ia hanya pasrah dengan apapun yang dilakukan orang tuannya, yang tidak mau mengerti akan mutiara kebahagiaan yang semestinya diterima oleh gadis kecil itu dan adiknya. Namun mungkin suatu saat adiknya akan kuceritakan dalam blog ku ini, karena mereka berdua sangat kuat menghadapi ini. Semuanya berkat keluguan mereka untuk menghadapi kegetiran dan kerasnya orang tua mereka, sungguh kalau sudah seperti ini, tidak ada gunanya menumpuk harta banyak-banyak dan membuat anak banyak-banyak bila dalam rumah hanya hadir neraka, tanpa ada setetes embun kebahagiaan pun darisudut pikiran penghuni jaman.

Seraya mengelus dada, aku hanya terdiam...dan gadis kecil itu terus meneteskan air mata penuh harapan akan hadirnya senyum di CONGOR orang tuanya yang berhati BATU...!!!. Dan komitmenku untuk menghadirkan tawa bahagia diantara merekapun tak akan pernah luntur...Sampai air mata gadis kecil itu berhenti mengalir lagi di hadapanku...
Besar harapanku agar Syair soundtrack film Keluarga Cemara menyadi kenyataan di sana. Aku dan motor pinjamanku melaju dijalan gelap...maaf aku pergi untuk sebuah janji....aku akan kembali....

Tuesday, 6 May 2008

ah...ternyata cuma segitu...

Kekonyolan kadang bisa menjadi sahabat. Namun kekonyolan manusia yang satu ini membawanya berurusan dengan aparat penegak hukum. Bagaimana tidak, sebagai orang yang sudah sangat mengerti dengan aturan lalu lintas di kota-kota besar, dan malah sudah diberi penghargaan berupa Surat Ijin Mengemudi type C (SIM C) oleh Polisi. Bukan menjadikan dia taat dengan peraturan lalu lintas yang berlaku. Salah satu aturan lalu lintas bahwa setiap kendaraan bermotor wajib menggunakan spion dobel dan standar. Spion digunakan untuk melihat kendaraan lain, jika kita mau merubah arah perjalanan kita, kekiri atau ke kanan.
Sebut saja Banyong (bukan nama asli) salah satu pengusaha yang dulunya juga punya perusaahaan kayu di derah hulu kapuas, mengendarai kendaraan bermotor tidak memasang spion, tapi membawa spion dan dimasukan dalam jaket yang ia pakai. Sehingga ketika razia polantas di salah satu jalan Pontianak. Banyong ditilang polisi, lantaran kuda besinya tidak memiliki cermin rias yang biasa dipasang di kiri-kanan bagian depan kendaraan bermotor. Sang polisi bertanya: “Selamat siang pak, bisa ditunjukan surat-suratnya?” Banyong mengeluarkan surat-surat kendaraannya (SIM dan STNK) yang ternyata lengkap dan belum mati pajak. Namun sungguh sial, Banyong tetap ditilang, karena sepeda motornya tidak dilengkapi kaca spion. Sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, dengan sopan Polisi bertanya lagi” Maaf pak, kok motornya tidak ada spionnya?” Banyong menjawab, “oh…ada pak ini…” sambil terburu-buru mengeluarkan sepasang spion dari dalam jaket kemudian menunjukannya pada Bapak Polisi. Polisi yang meski pelindung masyarakat, juga kembali ke kodratnya sebagai manusia yang juga memiliki sifat emosi. “Bapak mestinya mengerti, kalau spion ini bukan di bawa tetapi dipasang di kendaraan, untuk itu bapak saya tilang karena melanggar peraturan lalu lintas di kota ini, motor bapak kami tahan dan bapak ikut sidang” diam sejenak, Banyong yang memang sudah hafal dengan karakteristik polisi kota ini (maklum bekas cukong) menawarkan damai dengan menitip uang sidang pada polisi tersebut. “Pak damai saja, ini uang saya kasih, yang penting saya bisa lewat, ini saya buru-buru mau ke bandara harus jemput tamu dari Jakarta”. “Bapak mencoba menyuap saya?” jawab polisi berang. “Tidak Pak, ini untuk beli rokok saja”. Perlu diketahui bahwa uang yang diberi hanya Rp. 20.000,-. Banyong segera paham maksud polisi, berarti tips yang dia beri kurang, kemudian banyong mengeluarkan uang pecahan seratus ribu dari saku celananya, kemudian satu lembar di sodorkan ke polisi. Dengan wajah malu-malu polisi menerimanya dan mempersilakan Banyong lewat. Dalam hati Banyong berkata, “ah…ternyata Cuma segitu…” kuda besipun kembali mengepul...
Sore itu saya pulang dari kopi darat dengan tema-teman Borneo Blogger Community di sebuah kedai makanan di Kota Baru Pontianak. Sepulang dari tempat itu, saya menyeberang ke Siantan lewat Pelampung Bermesin (istilah desanya), yang biasa juga kita temukan di penyeberangan Tayan-Piasak. Mengobati penasaran dan kecanduan dengan dunia maya, meski baru sebatas tahu, saya singgah di sebuah warnet di kawasan Siantan kebetulan tidak terlalu jauh dari rumah, dan kebetulan juga satu-satunya warnet yang ada di sekitar rumah, lebih hebatnya lagi warnet yang hari-harinya di isi oleh gamers-gamers cilik maupun dewasa.

Sebenarnya agak terpaksa, karena ngebet dengan berbagai informasi yang sudah beberapa hari tidak saya akses. Karena bagi saya informasi apapun sangat penting, sehingga oke-lah saya singgah saja, siapa tahu terobati sakau internetnya.

Selalu menjadi kebiasaan setiap orang kalau masuk pasti melalui pintu, dan saya pun memang manusia, sama seperti orang lain jadi masuk melewati pintu. Dari luar, suara aneh yang keluar dari beberapa box komputer yang diisi oleh beberapa anak kecil, dan beberapa diantaranya manusia seumuran SMU (Sekolah Menengah Uatas). Dengan masyuknya mereka main game sehingga tidak mempedulikan Box kiri-kanan sedang apa.
Saya yang awam dengan suara berisik saat berfikir, tidak bisa berbuat banyak, karena selain warnetnya bukan punya saya, gamers-gamers yang ada di situ mestinya anak-anak orang berada dan sudah pasti diajarkan untuk menggunakan IT tidak hanya sebatas ngegame sehari suntuk apalagi kalau hari libur. Yaaaaa..... dari padabising mending pulang dan menghayal...ke jawa lagi....