John F. Kennedy mengatakan "jangan tanya apa yang negara sudah berikan padamu, namun apa yang sudah kau berikan untuk negara?"
Sementara Ir. Soekarno pernah mengatahan bahwa: "Bangsa Yang Besar adalah Bangsa Yang menghargai jasa para pahlawannya"
Ungkapan di atas sering kita dengarkan saat kita sekolah terutama sebelum pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa ketika jaman orde baru masih jaya. Bahkan konon negara ini memiliki jumlah pahlawan nasional terbesar di seluruh dunia. Tetapi mengapa kita masih belum dapat menjadi Bangsa yg besar?. Kasus belum diangkatnya Bung Tomo menjadi pahlawan nasional, sakitnya Bapak Jusuf Ronodipuro (pembaca teks Proklamasi untuk disiarkan ke seluruh dunia) telah menunjukkan kenapa bangsa ini tidak menjadi bangsa yang besar. Prosedur pengangkatan pahlawan nasional yg harus melalui pengajuan Lembaga Non Pemerintah (NGO) atau pihak keluarga pahlawan kepada pemerintah membuat kita semua bertanya sebenarnya yang kita anggap pahlawan nasional selama ini ternyata bukan pahlawan tetapi hanya mitos pahlawan saja, atau yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan bukanlah pahlawan sebenarnya mengingat unsur politik juga mempengaruhi pemberian predikat pahlawan.
Rosihan Anwar salah seorang tokoh pers mengatakan kalau dia belum dapat dikatakan Wartawan Perang karena dia tidak meliput perang 10 Nopember 1945 meski dia sedang berada di Surabaya. Sehingga bila ada yg mengatakan Rosihan Anwar adalah wartawan perang kemerdekaan itu hanyalah mitos. Kita juga kuatir apabila pahlawan sebenarnya malah sekarang mengalami diskriminasi karena berseberangan dengan politik kelompok yg berkuasa, dan fakta itu sudah banyak terjadi dan terbongkar. Susah kalau hidup di negara yang tidak memisahkan urusan agama dengan negara, sehingga agama cenderung turut campur menentukan kebijakan negara yang mestinya ditentukan untuk kepentingan universal rakyat menjadi kepentingan kelompok agama tertentu. Tidak menutup kemungkinan kalau suatu saat tinggal Jawa saja yang akan menjadi negara Indonesia, karena pulau-pulau lainnya di wilayah Indonesia akan menjadi negara sendiri. Perlu diingat bahwa pulau-pulau seperti Kalimantan, Bali, Sulawesi, Papua memiliki penduduk asli, mereka juag memiliki hak untuk menjadi tuan di tanah sendiri, sementara sekarang mereka selalu mengalah, diancam komunis atau makar apabila mencoba mengaktualisasikan diri sebagai bangsa pribumi. Kesannya sekarang banyak yang beranggapan kalau kita sedang dijajah oleh bangsa Jawa. Di Aceh misalnya, mereka sendiri menrasa dijajah oleh orang Jawa, ketika saya mendaratkan kaki di Aceh Jaya, sering saya dengar lontaran kata-kata tersebut dari mulut sebagaian besar masyarakat pribuminya. Tidak menutup kemungkinan di daerah di luar pulau jawa banyak yang layak menjadi Pahlawan tetapi tidak pernah di lihat hanya karena dia mungkin orang kafir/pedalaman atau hanya perjuangannya hanya bersifat komunal, bukan bukan istanasentris, atau rajasentris. Seperti contoh: Pang Suma yang tergabung dalam Angkatan Perang Majang Desa yang bermarkas di pedalaman kecamatan Meliau sekarang Kecamatan Meliau Kabupaten Sanggau dalam perjuangan melawan Jepang, mereka berhasil membunuh banyak Tentara Jepang salah satunya Takeo Nakatani, yang kepalanya diserahkan kembali ke pemerintahan Jepang pada tanggal 30 Juli 1981. Perang Majang Desa adalah sebuah nama dari suatu Organisasi perjuangan kemerdekaan yang pertama kali berpusat dan bermula di Kunyil, Kelurahan/Ketemenggungan Embuan Kecamatan Meliau Kabupaten anggau Kalimantan Barat. Organisasi Angkatan Perang Majang Desa adalah organisasi perjuangan rakyat dalam pergolakan melawan dan mengusir penjajah jepang di Kalimantan Barat. menurut Frans Layang (1981) Nama Angkatan Perang Majang Desa diambil dari Paduan nama yaitu 1. Majang, 2. Desa. Majang, nama yang diberikan oleh masyarakat Kapuas bangian Hilir (Sanggau, Pontianak, Sambas, Ketapang dan lain-lain) kepada suku-suku Daya yang datang dari hulu sungai Kapuas seperti Sintang dan khususnya Putussibau dan bahkan termasuk yang datang dari Serawak. Sedangkan Desa, adalah nama dari suku Daya yang mendiami beberapa daerah di kecamatan Meliau dan Tayan di Kabupaten Sanggau. Menurut tulisan Frans Layang, Angkatan Perang Majang Desa terbentuk ketika beberapa tokoh masyarakat Daya yang sudah tidak tahan lagi melihat kekejaman Jepang banyak tokoh masyarakat dari berbagai etnik di Kalimantan Barat yang menjadi korban kekejaman Jepang dalam penyungkupan dan pemancungan di Mandor kemudian dibuatlah monumen daerah, di Singkawang malah sekarang terkenal dengan nama Mungguk Pancung, Kemudian di Kabupaten Ketapang tepat di samping Lembaga Pemasyarakatan namun sayang tidak terawat lagi, Suatu saat kalau hukum di negara ini semakin tidak bertaring, maka tempat-tempat tersebut bisa di pakai kembali untuk pemancungan atau penyungkupan pejabat-pejabat negara yang nakal, korupsi, sering mangkir ketika jam dinas dan aparat-aparat negara yang selalu minta sopoi di jalanan.
Adalah Temenggung Mandi alias Pang Dandan yang bergelar Orang Kaya beserta beberapa orang anak buahnya menyusun rencana dan mengatur siasat. Mereka menghubungi rombongan-rombongan pekerja yang berasal dari Kapuas Hulu dan Serawak pada perusahaan kayu milik Jepang, khususnya yang bermukim sementara di Durian Pampang Sansat di sebelah hilir Pulau Tayan, serta yang berada di Sekitar Kunyil dan Embuan. Awal bulan Maret 1944 dipanggillah secara rahasia beberapa orang diantara mereka yaitu: Burung, Jap alias Rejap dan Sulang. Pertemuan yang sangat rahasia tersebut memperoleh kata sepakat untuk membentuk dan menghimpun untuk kekuatan rakyat untuk melawan pemerintahan Jepang. Mereka menyebut dirinya sebagai Angkatan Perang Majang Desa. Keanggotaannya terbuka untuk siapa saja yang mau berjuang bersama-sama melawan Jepang khususnya dan penjajah umumnya. Anggota utamanya dalah sebagian besar masyarakat Kalimantan Barat, khususnya yang berada di sekitar kabupaten Sanggau seperti orang Daya, Melayu, Cina, Bugis dan lain-lain yang simpati dan dapat bekerja sama dalam mengusir penjajah untuk mencapai kemerdekaan. Setelah adanya kata sepakat antara Temenggung Mandi dengan mereka, maka rencasna perlawanan terhadap pemerintahan Jepang, telah disusun secara rahasia. Smbil menunggu saat yang tepat, maka keris pusaka orang Daya desa memberi isyarat kurang menguntungkan. Tidak hanya itu, berbagai macam cara yang menunjukan bahwa waktu itu juga orang Daya sudah menyatu dengan alam dan sangat percaya dengan tanda-tanda alam, meramalkan atau menentukan keadaan yang menguntungkan. Mereka menentukan waktu yang paling baik.
Keris pusaka Pang Dandan yang merupakan Temenggung yang sangat berpengaruh dalam Angkatan Perang Majang Desa tersebut memberi petunjuk baik, merekapun memberitahu kepada seluruh masyarakat dan pekerja aga menyimpan segala persiapan makanan untuk kebutuhan perang. Kemudian mereka secara terang-terangan menyatakan perang kepada pemerintahan Jepang, Senjata Tradisional Daya seperti Mandau/Parang, Tombak, Sumpit, Senapan Lantak supaya diadakan dan diperbanyak.Perlawanan terhadap pemerintahan Jepang Oleh Angkatan Perang Majang Desa pun terjadi. Perlawanan-perlawanan seperti peristiwa Suak Garong Peristiwa ini bermula dari pekerja-pekerja perusahaan kayu Jepang yang di sebut dan di kenal oleh masyarakat dengan singkatan "KKK" dengan sebuah cabangan di Sungai Posong anak sungai embuan yang bernama SKK (Sumito Shokusan Kabushiki Kaisha).
Pekerja yang sebagian besar penduduk daerah situ dan beberapa pendatang diberi upah yang tidak layak. Namun ada beberapa penjilat yang akhirnya bisa menjadi Mandor kemudian di peralat untuk memata-matai buruh kasar yang diindikasi akan melawan. Kehidupan masyarakat Daya waktu itu tidak berubah sampai sekarang terutama dalam bidang ekonomi yang masih bergantung dengan alam, mereka 99% memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga apabila alam dirusak maka hati mereka akan bergejolah marah dan mandau akan mendarat di leher siapapun apabila ekosistem mereka diganggu (tunggu saja satnya tiba kalau belum percaya)
YAMAMOTO yang digelar masyarakat meliau sebagai Tuan Pentong berkedudukan di Kunyil Embuan sebagai pimpinan perusahaan KKK mambawa keraninya Atet ke Suak Garong. Lisi sang pekerja yang diindikasi melawan dicari oleh Tuan Pentong. namun Tidak ditemukan sehingga dia menyiksa orang-orang yang ada di kampung Embuan. Kebetulan Tuan Pentung bertemu Pang Rontoi suami Istri yang sudah tua. Yamamoto masuk ke rumah dan meraih martil yang ia jumpai di atas tempat duduk Rontoi. Namun Pang Rontoi luput dan martil tersebut mendarat di kening Atet sang kerani Jepang. Peristiwa itu membuat Yamamoto marah dia menyerang Pang Rontoi alias Caya dengan membabi buta.
Dibalik rasa takut Pang Rontoi timbul keberanian, kemudian menangkis serangan Yamamoto, bukti sabarnya orang pribumi dalam mendapat tekanan mereka belum berfikir untuk menyerang, mereka hanya berfikir menghindar dan menjauh mereka dasarnya tidak mau konflik, dalam pikiran mereka mengalah lebih baik yang penting tidak konflik, namun apabila sampai mau mencelakakan ya apa boleh buat.
Naluri Indong Rontoi yang sedang menumbuk padi, tidak tega melihat suaminya diserang bertubi-tubi, dengan nekad diayunkan alu ke kening Yamamoto sehingga membuatnya terhuyung-huyung, kemudian Pang Rontoi meninju mata Yamamoto.
Yamamoto alias Tuan Pentong mengalami patah tangan dan muka berdarah, dia pulang sambil menunjuk-nunjuk dengan tanganya yang belum patah itu ke arah Pang Rontoi sekeluarga bernada mengancam atau dia akan datang lagi, Tunggu saja.
Pang Rontoi melaporkan kejadian tersebut ke Temenggung Mandi alias Pang Dandan di Kunyil. Kemudian Pang Dandan membagi masyarakatnya menjadi tiga kelompok yang dipimpin oleh masing-masing seorang Panglima. Kelompok satu dipimpin oleh Pang Suma alias Menera, Kelompok II dipimpin oleh Pang Linggan alias Ajun dan Kelompok III dipimpin oleh Andreas Timbang. Sambil mereka menunggu komando dari Pang Dandan, mereka bersemadi dan bertapa di Balai Keramat Tiang Lima Bambu Kuning Suak tiga Belas Sungai Belansai yang sekaligus merupakan pusat pertemuan dari seluruh rakyat yang datang dari berbagai pelosok dan daerah Kalimantan Barat.
catatan untuk Pembaca: Mengenai Perlawanan Angkatan Perang Majang Desa selanjutnya akan saya tulis lagi, karena masih panjang sama seperti kisah di Ponegoro dijamin lebih menarik dari itu.
Ironisasi Sosial
Mungkin benar istilah "Arwah para pahlawan murka" karena anak bangsa semakin hari semakin serakah menzolimi uang dan harta kekayaan negara yang semestinya itu untuk kepentingan rakyat banyak, malah di santap sendiri atau secara berkelompok. Belum lagi selesai kasus Suap di BI yang melibatkan besan SBY, sekarang muncul lagi kasus pengadaan dan pemasangan fire alarm di Istana Negara dan Bina Graha dengan nilai kontrak sebesar Rp 12 miliar lebih. http://tv.kompas.com. Uniknya media pun mengemasnya secara bertele-tele dan penyelesaiannyapun bertele-tele sehingga masyarakat dibuat tidak mau lagi menjadi saksi dalam setiap perkara dan pemutusan perkarapun terkesan selalu menguntungkan terdakwa.
Pahlawan nasional yang ada aja perlu diverifikasi lagi tuh sama pemerintah, kayak kasusnya Supriyadi...
Postingan yang bagus. Keep on posting :)
Pengen tau juga cerita yg lebih lanjut, kalo tidak salah ada juga terkait Pang Nuli yg ikut di sejarah itu.