Tuesday, 30 November 2010

Hentakun
Borneo Tribune, Menjalin

Segala keluh kesah ratusan guru tertumpah pada pemimpin mereka, karena ke mana lagi pahlawan tanpa tanda jasa itu mengadu.
Dalam seminar pendidikan bertajuk ‘Memahami peran strategis guru dalam mewujudkan guru profesional bermartabat dan sejahtera’, yang dilangsungkan di Aula Gereja Katolik Paroki Menjalin Kabupaten Landak, Kamis, (25/11), rbuan guru dipersilakan bertanya mengenai apa saja terhadap pembicara, yang diantaranya Bupati Landak, Adrianus Asia Sidot.
“Anggota DPR boleh studi banding, mengapa kami tidak boleh, kami juga ingin melihat langsung bagaimana rasanya naik Kereta Api sehingga kami bisa menjelaskan ke peserta didik apa dan bagaimana Kereta Api, begitu juga Pesawat Terbang, atau kendaraan yang tidak ada di Kalbar, karena selama ini kami menjelaskan hal tersebut juga hanya mengandai-andai,” terang Damianus (45) Guru SD Sepahat Kecamatan Menjalin.
Ada juga permintaan perwakilan Guru Kecamatan Kuala Behe, agar guru-guru yang dari luar tidak diberi kemudahan pindah sebelum masa pengabdian sepuluh tahun, karena akan merepotkan guru asal setempat dalam mengatur penjadwalan pembelajaran
Selain itu, keluhan terhadap ruang kelas yang kurang sehingga satu kelas mencapai 60 siswa, hal tersebut menyulitkan guru untuk menyampaikan materi pembelajaran. Beberapa keluhan lain semua ditumpahkan
Tak pelak lagi, Bupati ketika itu mesti menyandang tugas ganda, disatu sisi menjawab pertanyaan ilmiah dalam konteks sebagai narasubner, di sisi lain menjawab keluhan guru-guru. Praktis saja solusi bisa mereka temukan, segala pertanyaan dan keluhan tuntas terjawab.

Sebuah Komitmen
Keinginan untuk menjadi Kabupaten terdepan dalam hal kemajuan menjadi sebuah komitmen. Sejak menjadi Kabupaten tahun 1999 Landak yang beribukota di Ngabang mulai berbenah. Kabupaten yang dijuluki kota Intan itu, sejak kepemiminan H. Agus Salim sebagai Bupati, Kemudian Cornelis yang kini menjadi Gubernur Kalbar, menunjukan kemajuan pesat.
Bupati Landak, Adrianus Asia Sidot, menuturkan, awal berdirinya kabupaten Landak 10 tahun lalu, begitu tertinggal, artinya begitu sedikit yang yang anggaran dari Pemerintah Kabupaten Pontianak yang menjadi kabupaten induk.
Infrastruktur memprihatinkan, sarana prasarana pendidikan, irigasi, pertanian semuanya perlu pembenahan, “Ketika Saya menjadi Kepala Dinas pendidikan, rumah sekolah banyak yang roboh karena kondisi yang rusak, sehingga ketika mejadi Kabupaten sendiri, Pemkab Landak kewalahan membangun dan memprioritaskan sarana dan prasarana mana yang mesti didahulukan karena keterbatasan,” terang Adrianus.
Menjadikan sumber daya manusia (SDM) Landak yang Cerdas adalah cita-cita Adrianus, menurutnya jika manusia cerdas maka pembangunan pun akan lebih baik. Ketika Cornelis menjadi Bupati periode pertama, pembangunan infrastruktur mulai dirintis, termasuk sarana prasarana pendidikan dan pembangunan lainnya, nuansa artistik di setiap bangunan pemerintah menjadi ciri khas tersendiri, gedung DPRD dan kantor Bupati yang dirancang mirip Rumah Betang Suku Dayak.
Rintisan tersebut dilanjutkan periode Adrianus Asia Sidot, program utama pembangunan yang diprioritaskan bidang pendidikan. Doktor lulusan Universitas Padjajaran Bandung itu, komitmen mencerdaskan sumber daya manusia (SDM) Kabupaten Landak, karena menurut Dia, SDM modal utama. Tahun 2000, ketika dirinya menjabat Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Kabupaten Induk, telah memprioritaskan pendidikan, karena melalui pendidikan suatu daerah bisa maju.
“Saat itu ada sejumlah 387 SD yang 70 persen kondisinya rusak berat malah ada bangunan roboh. Saya berfikir, bagaimana memobilitas dana untuk memperbaiki gedung sekolah itu?” tutur ayah tiga anak itu.
Laki-laki penggemar off road itu secara perlahan membangun sarana dan prasarana pendidikan ketika sudah menjadi Bupati, sehingga 2009, seluruh sekolah yang rusak diperbaiki, jumlahnya bertambah menjadi 422 unit.
Tidak hanya Sekolah Dasar yang mesti diperhatikan, pendidikan anak usia dini juga perlu disentuh, saat itu hanya ada 1 (satu) Taman Kanak-Kanak (TK) di Ngabang, saat ini sudah berkembang ada 1 TK Pembina di setiap kecamatan. Selain juga dibangun SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang pada saat itu hanya ada 20 SMP Negeri dan Swasta, sehingga tidak menjangkau pedalaman.
Kini, kata suami Bernadeta itu, di seluruh ibukota kecamatan diupayakan ada 2 SMP Negeri. Bahkan hingga desa-desa terjauh diupayakan pembangunan SMP Negeri. Begitu juga dengan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), tahun 2000, hanya ada 5 SMA Negeri di Kabupaten Landak, sekarang sudah ada 20 SMA dan 4 SMK Negeri.

Kebutuhan Mendesak
Selain infrastruktur pendidikan yang diperbaiki yang perlu ditingkatkan juga adalah kualitas guru. Untuk tenaga pengajar, diutamakan lulusan Strata satu. Guru-guru SD yang belum SI ditingkatkan pendidikannya menjadi SI, baik melalui in job training (pendidikan guru dalam jabatan) dan in house training (tugas belajar).
Agaknya, Adrianus, sudah mengantisipasi pensiunan massal guru-guru Inpres tahun 1970-an, sehingga pembukaan formasi calon pegawai negeri sipil tahun ini tenaga kependidikan sebanyak 110 orang dan tenaga kesehatan 65 orang. Cara lain untuk persiapan dengan memberikan beasiswa kepada guru-guru untuk tugas belajar ke universitas-universitas berkualitas, seperti Universitas Pendidikan Indonesia-Bandung, Universitas Kristen Satya Wacana -Salatiga, Uiversitas Negeri Yogyakarta-Yogyakarta. Saat ini jumlah penerima beasiswa 800 orang.
Selain guru-guru, ada juga pelajar dengan pilihan ilmu kedokteran dan pertanian. Beasiswa ini menelan anggaran sebesar Rp.12 Miliar setiap tahunnya. Untuk membiayai ini, Pemkab mengalokasikan dana pendidikan hingga 30 persen dari total APBD. Untuk menghindari kegagalan program beasiswa ini karena gugurnya peserta di tengah studi, maka Pemkab akan memperketat proses seleksi penerimaan, walau tetap memprioritaskan guru-guru.
Meningkatkan mutu sekolah menjadi hal mutlak di Landak, maka, kata Adrianus, Pemkab berupaya mengarahkan agar terciptanya daya saing antar sekolah, “ Dengan menciptakan kompetisi antar sekolah dimana ditekankan ciri khas unggulan sekolah,” ujar Adrianus. Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa sekolah tidak mutlak hanya menekankan pada prestasi akademik saja. Tetapi juga aspek lain unggulan sekolah, misalnya seni dan olahraga. Semua ini bisa tercapai jika sekolah juga sedikit mandiri dengan memobilisasi dana dari siswa. Walau agak sulit untuk diaplikasikan pada sekolah-sekolah di pedalaman dimana pendapatan masyarakat nya masih rendah, namun secara bertahap mulai dikembangkan.
Saat ditanyakan soal arah pendidikan di Kab.Landak dimasa depan, Adrianus mengatakan bahwa, pendidikan terutama lanjutan atas akan fokus pada membangun SMK (sekolah Menengah Kejuruan). Terutama berbasis pertanian dan tidak terlalu variatif dalam jurusan yang tersedia sehingga SMK tersebut efisien dan fokus pada kesiapan keterampilan lulusannya, “Saat ini, saya minta guru-guru memperkuat SMK,” jelas Adrianus. Agar efisien dalam anggaran, SMK disediakan sesuai arah pembangunan Kabupaten Landak, misal SMK jurusan pertambangan, pertanian atau otomotif sesuai merk mesin yang ada di pasaran.
Untuk pendidikan tinggi, Kab.Landak sedang berupaya membangun politeknik-politeknik yang lulusannya akan berguna di Kab.Landak, semisal Politeknik Pengembangan air minum (kimia terapan) atau perrtanian, perkebunan dan otomotif.
Keluh kesah kaum umar Bakri itu, hanya ingin agar cita-cita bersama menjadikan Landak terdepan dalam pengembangan mutu SDM terwujud.
Hentakun
Borneo Tribune, Menjalin

Moment peringatan Hari Guru di Menjalin menjadi kenangan tersendiri bagi Frederika Cornelis.
"Saya hadir di sini karena saya juga guru, jadi saya sangat menghargai profesi ini karena sangat mulia," terang Frederika Cornelis yang juga mantan guru yang kini menjabat Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Kalbar, ketika menghadiri upacara peringatan Hari Guru se Kabupaten Landak di Kecamatan Menjalin, Kamis (25/11), Frederika juga mengenakan batik khas PGRI, putih berukir coklat.
Bertindak sebagai inspektur Upacara Bupati Landak Adrianus Asia Sidot. Ribuan guru memenuhi lapangan bola Pastoran Paroki Menjalin tersebut.
Era modern ini, menurut Frederika, guru mestilah meningkatkan kualitas menjadi guru yang bersertifikasi, dan menjaga loyalitas dalam melaksanakan tugas.
Dia berharap tidak ada guru yang pindah atau mengeluh ketika bertugas di daerah terpencil atau di daerah terjauh dari pusat kota, karena pekerjaan guru itu mulia mencerdaskan kehidupan bangsa, maju mundurnya generasi sebuah daerah tergantung bagaimana peran para guru.
Namun demikian, dia mengharapkan pemerintah dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah untuk lebih teliti dalam menempatkan guru dalam penugasan, apalagi dalam waktu yang lama, terutama guru perempuan atau suami istri yang seprofesi guru, "Agar jangan sampai baru setahun bertugas lalu minta pindah, jadinya tidak efektif," terang Frederika.
Ibu dua anak itu tidak menampik jika ada guru yang mencari penghasilan tambahan, namun dia berharap jangan sampai melalaikan tugas utama sebagai pendidik, apalagi sekarang guru itu profesi. "Kita berharap jangan ketika jam mengajar lalu mengojek," tukas Frederika.

Sarana Introspeksi
Sementara itu, Bupati Landak Adrianus Asia Sidot meminta momentum Hari Guru dijadikan para guru sarana intropeksi diri untuk perbaikan sumbangan pendidikan bangsa.
"Jadikan momentum ini sebagai introspeksi. Mudah-mudahan guru mampu dan terus memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara,” kata Adrianus.
Menurut Adrianus, ada tiga hal yang penting dalam momentum Hari Guru dan HUT PGRI, yakni pertama merupakan momentum yang tepat untuk merenungkan atau merefleksi diri terhadap perjalanan langkah panjang yang telah dilalui.
Kedua, bersama refleksi tersebut adalah upaya untuk introspeksi atas langkah-langkah yang selama ini telah dilakukan.
Ketiga, sebagai upaya untuk menatap masa depan yang lebih baik atau cita-cita luhur seperti saat digagasnya nilai-nilai yang kini dijadikan tonggak peringatan hari guru nasional.
"Dengan peringatan ini, kami mengharapkan dukungan aktif seluruh pemangku kepentingan dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan mengoptimalkan peran guru sesuai dengan tema peringatan tahun ini adalah memacu peran strategis guru dalam mewujudkan guru yang profesional, bermartabat dan sejahtera," tegas Adrianus.(Antara)

Wednesday, 1 September 2010

Ditulis: Gero Simone, Bonn University Germany

Pemuda tertembak oleh seorang eks polisi“, Hentakun menerima pesan singkat atau SMS hari itu. Hentakun adalah wartawan Borneo Tribune di Pontianak, setiap hari ia mencari story yang menarik.
Saat itu ia berada di kantor Gubernur. Setelah membaca SMS HP-nya di masukkan kembali ke saku celananya, karena masih mengikuti pertemuan tentang HIV/AIDS di ruang Wakil Gubernur.
Kerja wartawan seperti itu rumah tangga yang pagi-pagi pergi ke pasar membeli bahan-bahan kebutuhan dapur untuk keperluan menyiapkan makanan. Begitu pun bahan-bahan berita atau story di dapur Borneo Tribune merupakan liputan wartawan yang sehari-harinya bertugas di lapangan. Mereka berangkat awal dan pulang ke kantor siap dengan bahan berita yang penting untuk dituliskan.
Sekira jam lima pagi sambil Hentakun pergi jogging, dia memikirkan tema yang mana bagus untuk ditulis. Hari ini Hentakun berdiri di tengah-tengah wartawan lain di ruang rapat Wakil Gubernur. Dengan bloknot dan HP untuk merekam dia mewawancarai Christiandy Sanjaya. Raut wajah Hentakun sangat serius. Dia mesti mengejar waktu karena Wakil Gubernur mempunyai jadwal padat.
„Meski demikian yang terpenting untuk wartawan“, kata Hentakun, „adalah sopan dan hormat. Sebab bila asas pergaulan tidak diperhatikan, maka narasumber tidak mau menjawab pertanyaan saya lagi.“
Sehari sampai tiga janji dipegangnya. Oleh jaring-jaring teman wartawannya dia selalu diberitahukan. Karena itu penting sekali merawat kontak-kontak. „Lagipula perlu fleksibel, profesional dan disiplin“, Hentakun menambah, „Rupanya watak wartawan beragam sekali.“
Kira-kira jam lima sore kantor Borneo Tribune sudah terlihat ramai. Satu persatu wartawan tiba di kantor dan mulai menyiapkan bahan beritanya. Biasanya, sebelum seseorang mengetik sesuatu ke dalam komputer atau laptopnya, mereka membaca beberapa koran dulu, melihat apa yang ditulis oleh persaingan dari media lain.
Hawad Sriyanto menetapkan untuk tema-tema ekonomi. Pula dia mempelajari beberapa koran seperti Kompas atau Majalah Tempo sebelum dia start dengan menulis. Setelah membaca, sejenak Sriyanto mendiskusikan tulisan di koran tersebut. Mereka bisa mengangkat angle lain yang belum ditulis di koran itu yang bisa disampaikan ke pembaca.
Tadi pagi dia pergi ke pasar untuk mencari informasi dari sumber pertama. „Saya sering ke sini karena penjual merasa perubahan ekonomi, seperti kenaikan harga kebutuhan pokok paling cepat,“ kata Sriyanto.
Sekarang semua bahan-bahan sudah diurus dan tahap masak akan mulai. Segala papan tombol jari di kantor berpijar. Setiap wartawan menulis tiga sampai empat berita sehari. Penting bawah penulis mempunyai keahlian jurnalistik. Seorang wartawan harus mengetahui bermacam-macam tulisan seperti strike news, feature atau comment.
Khususnya pada tema-tema ekonomi mesti menjelaskan hubungan kompleks untuk pembaca supaya dimengerti. „Saya lebih senang bila bisa menyelesaikan masalah atau memberikan solusi untuk orang-orang. Itu menyejukkan hati saya,“ kata Sriyanto.
Seperti itu banyak berita baru lahir dari pena-pena 30 wartawan yang bekerja untuk Borneo Tribune disebar utuh di Kalbar. Berita yang diisi dengan peristiwa hari itu. Tetapi karena jumlah halaman terbatas tidak semua berita bisa masuk koran.
Mana saja berita yang layak masuk menurut Andry, yang sudah bekerja sejak Borneo Tribune didirikan tahun 2007. Sebelum menjadi wartawan, dia adalah aktivis mahasiswa dan sering melakukan demonstrasi. Barangkali sesuai perjuangannya, maka dia ditunjuk sebagai redaktur pelaksana.
„Sekarang saya berpikir baginya menulis lebih baik dari triakan seribu orang. Karena itu saya memulai sebagai wartawan di Borneo Tribune,“ kata Andry.
Hari ini dia yang memperbaiki dan membumbui berita lagi. Selain editing dia pula memilih tulisan mana yang masuk ke halaman tertentu. Borneo Tribune terbit dengan 16 halaman.
Andry mengaku bahwa dia merasa seperti wartawan setiap kali dia keluar rumahnya: „Saya cuman bisa bersantai dan adalah ayah di tengah-tengah keluarga saya.“ Karena tanggung jawab redaksi ada di pundaknya.
„Saya sangat senang bekerja untuk Borneo Tribune karena saya dapat mengekspresikan diri saya. Kami juga bebas disini. Saya bisa menulis atau mengritik yang kumau. Akhirnya kritis penting sekali untuk mengubah segala kekurangan,“ kata Andry.
Bila sebuah koran yang hanya ada tulisan saja akan bosan sekali. Maka disini foto-foto merupakan komponen hakiki di Borneo Tribune. Biasanya wartawan sendiri yang memotret langsung di tempat liputan.
Disamping mengandalkan fotograper seperti Ulla Asri. Dia pergi setiap hari untuk mencari tema-tema yang menarik. „Sekarang Ramadan. Jadi sekarang tidak banyak acara dan saya sendiri perlu menjadi kreatif,“ katanya.
Tahap berikutnya menyatukan tulisan dan foto-foto. Malam semakin larut, setelah melakukan editing, Andry menunggu layout bekerja. Pekerjaannya membuat berita-berita berselera. Setiap layouter menanggani tiga sampai empat halaman dalam satu edisi.
Umumnya para layouter belajar secara autodidak. Fakun yang paling berpengalaman. Sudah hampir 20 tahun dia bekerja sebagai layouter. Dia bergabung sejak awal di Borneo Tribune. Fakun yang mendesai lengkap rupa Borneo Tribune.
Simbol koran ini pula idenya. „Burung itu khas untuk Kalimantan (Borneo) dan melambangkan kesetiaan dan kegagahan,“ katanya.
Bagaimana penyiapan sampai ke tangan pembaca? Proses terakhir adalah pencetakan dan pengiriman. Di lantai bawah ada mesin cetak koran dengan ukuran besar sekali.
Jam 11 malam koran mulai dicetak. Sebelum dicetak, setiap halaman dipasang di plat. Tiap malam raksasa itu bisa melahap 11,3 kilometer kertas. Itu kira-kira 80 kilometer per minggu, rute dari Pontianak ke Mempawah.
Pada jam satu malam akhirnya edisi baru sudah siap edar. Berita Hentakun tentang HIV/AIDS muncul sebagai tema top di halam depan. Lebih dari setengah hari yang lalu waktu dia mewawancarai Wakli Gubernur.
Hentakun tidak mengetahui semua itu. Dia pulas di tempat tidurnya. Karena empat jam lagi dia akan membangun dan memikirkan tentang apa yang disajikan kepada pembacanya. Begitulah seterusnya.

Thursday, 19 August 2010

Hentakun

Borneo Tribune, Pontianak

“…Entah apakah benar aku sudah bertindak bijaksana atau Panna? Mencoba mempertimbangkan baik buruknya suatu tindakan. Atau mungkin aku sudah mewujudkan cinta kasih atau Metta? Mencoba menyelamatkan nyawa si bayi. Aku terus melamun sambil memikirkan tindakan yang telah kulakukan. Bahkan tiba-tiba aku teringat kutipan bait suatu sutta: sebagaimana seorang ibu menyelamatkan putra tunggalnya. Hahaha, sepertinya sudah ngawur. Aku menertawakan diri sendiri karena terlalu mengaitkan ini itu. Sepertinya aku harus banyak bertanya ke Bhante Mon. Aku tersenyum sendiri membayangkan kemungkinan ekspresi Mon atas sedikitnya pengetahuan Dhamma-ku…”

Dalam agama Budha, Panna (dibaca pannya) artinya kebijaksanaan, Metta artinya cinta kasih.Penggalan cerita pendek (Cerpen), di atas, berjudul, ‘Sebuah Cerita Dari Apotik’, mendapat Award Pesta Perak Dharma Suci tingkat nasional, ditulis Vita Felicia, gadis kelahiran Pontianak 21 Desember 1988, adalah kakak kandung pelukis Internasional asal Kalbar, Bryan Jevoncia.

Vita, begitu Dia dipanggil, adalah sarjana farmasi yang sekarang kuliah profesi apoteker di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Universitas itu adalah universitas Katolik milik Ordo Serikat Yesuit. Dituturkan Vita, ide cerpen ini muncul dari kuliah tentang penyalahgunaan obat dan pengalaman nyata. Jelas seperti dalam penggalan cerpen, yang menceritakan seorang laki-laki membeli obat maag dengan alasan untuk anaknya yang sakit, kemudian giliran seorang perempuan juga, yang membeli obat maag dengan merek Cytotec, namun si ‘Aku’ dalam cerpen itu tidak mau memberikan lantaran curiga kalau obat maag yang dibeli bukan untuk mengobati maag namun untuk aborsi. Cytotec adalah merk dagang obat yang mengandung zat aktif misoprostol dengan indikasi maag, namun dapat menyebabkan keguguran pada wanita hamil.

Terpanggil untuk menyelamatkan janin setidaknya untuk beberapa waktu, Si ‘Aku’ memberikan obat merek lain dengan khasiat sama yakni Sotatic. Obat tersebut adalah merk dagang obat yang mengandung zat aktif metoklopramid, dengan indikasi untuk mual dan muntah, aman bagi wanita hamil, namun wanita dan pria tersebut menolaknya.

Dalam Cerpen tersebut juga diceritakan tentang seorang wanita yang membeli kondom bersama seorang pria. Secara tersirat, Cerpen ini menceritakan keadaan yang sebenarnya, sebuah kritik sosial tajam terhadap prilaku manusia masa kini terutama di kota besar.

Godaan Duniawi

“Dari cerpen itu, saya ingin, bila apoteker yang membaca, mereka akan sadar. Bila orang awam yang baca, mereka bisa melihat sosok apoteker sebenarnya. Oh, apoteker yang bener tuh gitu toh,” harap Vita.

Yogyakarta adalah kota pelajar, namun kota yang terkenal dengan gudegnya itu ibarat pisau bermata dua, pengaruh negatif dan positif hampir tidak ada bedanya, datang silih berganti, siapa saja yang menuntut ilmu di sana.

Jika tak tahan dengan ‘godaan duniawi’ niscaya bukan ijasah yang didapat namun ijabsah alias berkeluarga yang diakibatkan hamil diluar nikah. Mahasiswa asal Kalbar yang menuntut ilmu di Yogyakarta beberapa yang mengalami nasib seperti itu.

Tahun 2002, Koordinator penelitian soal keperawanan mahasiswi yang studi di Yogyakarta, Iip Wijayanto, meminta maaf terhadap masyarakat, terutama kaum perempuan Yogya, berkaitan dengan dipublikasikannya penelitian 97,05 persendari 1.660 mahasiswi yang kuliah di Yogyakarta sudah tidak perawan.

Walau akhirnya berbagai tekanan muncul kepada Iip dan riset dianggap tidak valid membuat Iip berfikir ulang untuk mempertahankan hasil penelitian yang ‘menampar’ kehidupan sosial kota pendidikan itu.

Pasca riset menghebohkan itu di Kalimantan Barat, banyak keluhan dan kekuatiran orang tua terhadap anak-anaknya yang kuliah di Yogyakarta, bahkan beberapa orang tua mengurungkan niat menyekolahkan anaknya di kota pelajar tersebut.

Penelitian yang dilakukan hampir tiga tahun itu akhirnya direvisi, bahkan penelitian ulang terhadap penelitian, dengan lebih melibatkan pakar-pakar yang berkompeten di dalam persoalan itu. Disatu sisi Iip mengaku, dari 98 responden yang pernah melakukan aborsi, kesemuanya karena tekanan laki-laki yang menghamilinya. Lanjut Iip, hubungan seksual yang dilakukan seluruh responden, sebagian besar diawali oleh inisiatif laki-laki pasangannya.

Lembaga tempat Iip bekerja, Study Cinta dan Kemanusiaan Pusat Bisnis Humaniora (LCS&K PUSBIH), juga sampai melakukan penelitian pembanding terhadap kesimpulan penelitian Iip. Sebuah tamparan keras terhadap kota yang memiliki semboyan berhati nyaman tersebut.

Vita sendiri melalui cerpen ingin berpesan kepada calon apoteker bahwasanya ilmu pengetahuan tidak selalu menjadi musuh moral, menurut Dia, ini bercermin pada realita, di Yogyakarta mungkin berbeda dengan Pontianak. Di sana (Yogyakarta) banyak anak muda dengan beragam tingkah laku, dari yg kalem sampai yang hancur sekali juga ada. Seks bebas dan hamil di luar nikah adalah hal biasa ditemukan di kota itu. Tidak jarang juga ditemukan dalam satu kos-kosan pacaran sudah seperti suami istri, hidup bersama. Sehingga, obat aborsi bisa didapatkan dengan mudah.

Pak Gus yang Tamak

Dalam cerpen itu menggambarkan, seorang tokoh antagonis bernama Pak Gus yang cenderung mengutamakan bisnis mengesampingkan etika moral. Fungsi sebenarnya dari Apoteker, menurut Vita dikalahkan oleh kepentingan bisnis, “Apotek fungsinya sudah seperti supermarket, pilih, ambil, bayar, tidak ada upaya pencegahan,” tegas anak kedua dari empat bersaudara itu.

Vita menuturkan, saat ini buktinya dokter lebih dipercaya masy daripada apoteker, karena apoteker sendiri yang merusak profesi mereka. Kesannya sekedar jual beli obat karena mereka punya wewenang, “Dari cerpen itu, mau saya tunjukkan kalau masih ada apoteker-apoteker muda yang jujur, setia dengan sumpah profesi,” kata Vita.

Dari Cerpen itu, Vita berharap ada apoteker membaca, sehingga sadar akan profesinya. Bila awam membaca, mereka bisa melihat sosok apoteker sebenarnya. Sebagai perbandingannya, kata Vita, di Amerika Serikat, pernah ada survey terhadap profesi apakah yg kata-katanya paling dipercaya. Ternyata Survey membuktikan kalau yang pertama apoteker. kedua, pendeta. terakhir sales mobil. Sedangkan di Indonesia, apoteker masih dibawah baying-bayang dokter. masyarakat lebih percaya dokter. malah ada dokter yg langsung member obat, tanpa ke apotek.

Tuesday, 10 August 2010

Salam semua. Selamat berpuasa bagi rekan Muslim. Semoga bulan ini penuh berkah. Doa bagi Kalbar tercinta, agar senantiasa damai tentram. Salam semua.

hentakun pontianak kalimantan barat
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Friday, 16 July 2010

Durian bagi masyarakat Dusun Kangking, adalah penopang perekonomian sehingga masyarakat sendiri melarang pembabatan pohon durian meski tidak ada larangan pemerintah

"Durian itu salah satu mata pencaharian kami, jika musimnya seperti ini rejeki buat menambah keuangan keluarga,” ujar F. Nariyanto (43), penduduk Dusun Kangking Desa Merawa Simpang Hulu yang ditemui di bawah pohon durian, Minggu (19/7) pekan lalu.
Laki-laki yang akrab sapa Nari yang menjabat sebagai bendahara Desa Merawa itu bersama putra bungsunya Dudung mencari buah durian. Di Desa Merawa terdapat sekitar 200 pohon durian yang masih bisa berbuah, dan sekitar tujuh puluh batang di Dusun Kangking yang musim buahnya bulan Juli dan Februari setiap tahun.

Nariyanto penduduk asli dan tinggal di Dusun Kangking Desa Merawa Kecamatan Simpang Hulu Kabupaten Ketapang. Menurut data laporan penduduk Desa Merawa, Dusun Kangking mayoritas penduduknya suku Dayak Kua
lan, memiliki 75 kepala keluarga, semuanya hidup bertani, sebagaimana orang Dayak yang tinggal di perkampungan dan sudah hidup turun temurun, hasil hutan merupakan urat nadi perekonomian dan filosofi mereka. Filosopi hidup karena tanda-tanda alam masih diyakini, sehingga bila hutan dibabat menurut Nari rakyat Merawa umumnya tidak bisa hidup. “Kalau hutan kami dibabat, kami mau cari makan ke mana, ini sudah dekat dengan pegunungan Merawa sebagai hutan lindung kami dan tak boleh diganggu, hutan itu nafas kehidupan kami,” ungkapnya.
Nari mengungkapkan, beberapa kali Desa Merawa didatangi perusahaan perkebunan untuk membuat tapal batas pembagian lokasi perkebunan, namun ditolak mentah-mentah warga setempat, sehingga pihak perusahaan pulang tanpa hasil, begitu juga rencana program perkebunan albasia, ditolak masyarakat. Laurensius Ajun Kepala Desa Merawa ditemui di Kediamanya di Dusun Giet Desa Merawa mengatakan, lebih memilih karet jika ada program pemerintah untuk membantu pembangunan ekonomi desanya,”masyarakat di desa kami lebih memilih karet, karena itu yang sudah membumi, kalau komoditas perkebunan lain masyarakat terus-terang saja menolak kami tidak mau seperti daerah lain yang menderita dan kehilangan air bersih,” ungkapnya.

Data menyebutkan di Desa Merawa, perkebunan karet paling dominan, dan sudah dimasyarakatkan pula beberapa hektar kebun kakau bantuan credit union (CU) setempat dalam bentuk kredit lunak ke penduduk. Ekosistemnya masih seimbang, warga bebas menikmati air sungai yang tidak tercemar limbah apapun, karena selain menikmati hasil alam, segala jenis kegiatan seperti PETI, perkebunan, tidak diperbolehkan masuk ke desa tersebut. “Di desa lain silahkan kalau di desa kami PETI dan perkebunan mohon maaf,” tegas Ajun.
Selain dua komoditi tersebut, hasil hutan lainnya seperti durian jelas juga sebagai komoditi unggulan musiman yang sangat membantu menunjang perekonomian keluarga, meskipun SKAU sudah diterbitkan pemerintah, bukan berarti serta merta pohon durian bisa ditebang.

Menurut Nari, di Desa Merawa untuk memperkuat kelestarian hutan maka dibuat Perdes yang melarang penebangan durian, menuba sungai, berladang rimba, apalagi merusak ekosistem tumbuhan yang ada di gunung Merawa, sehingga masyarakat memanfaatkan lahan tidur persawahan yang memiliki luas sekitar seribu hektar di desa Merawa. Selain Perdes, hukum adat Dayak juga masih kuat mengatur pola kehidupan masyarakat.
Catan (37) penduduk Dusun Kangking lainnya mengatakan, menebang durian sama saja mengurangi mata pencaharian mereka, Catan tidak malu seandainya disebut kuno atau kolot yang penting alam tetap lestari dan masyarakat tidak susah mencari makan. “Pemerintah pasti tahu bagaimana kehidupan masyarakat pedalaman Kalbar yang bergantung pada hasil hutan, kami yakin tidak akan semena-mena,” ujarnya polos.
Empe (42) warga Kangking yang rajin mencari durian mengungkapkan, dengan harga karet yang anjlok seperti ini, durian bisa menjadi pilihan, harga perbuah lima sampai 10 ribu rupiah, tergantung besar kecilnya bahkan sampai lima bel
as ribu. “Masyarakat rata-rata mendapat 80 buah perhari dikalikan saja,” jelas Empe.
Peluang Agrowisata
Sekretaris Masyarakat Perhutanan Indonesia Kalbar, Gusti Hardiansyah di Pontianak (24/7) mengakui memang durian tidak dilarang ditebang setelah dikeluarkan SKAU, namun jika kearifan lokal kuat dan masyarakat setempat menghendaki agar durian tidak ditebang, sebaiknya pemerintah atau perusahaan menghormatinya, supaya tidak terkesan rakus.
“Durian boleh saja ditebang, namun untuk kepentingan buah jangan ditebang seperti halnya pohon kayu madu (tapang) dan tengkawang meski boleh sesuai SK Menhut namun hak masyarakat adat seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 1 tahun 2009 tentang pengakuan negara terhadap hak adat harus tetap dihargai,” jelasnya.
Untuk kepentingan perusahaan menurut Dosen Fakultas Kehutanan Untan itu, durian dikategorikan sebagai kayu papan tengah kelas
II-III, untuk kelas I seperti ulin, bengkirai sehingga untuk kayu kelas satu yang dibutuhkan perusahaan untuk industri seperti plywood, sedangkan kayu durian itu alternatif.
Ia juga mengakui, durian di Kalbar sudah dibudidayakan sejak zaman nenek moyang di tembawang, misalnya di Batang Tarang Sanggau, Sukadana KKU. Namun menurutnya di Kalbar sebaran pohon durian hanya sekitar lima persen namun peluang agrowisata besar walaupun terkesan langka. Di Singkawang misalnya di arah Karimunting ada durian yang berpotensi untuk agrowisata.
Mengenai perkembangan durian agar menghasilkan berbagai rasa, kandidat Doktor IPB Bogor tersebut mengakui riset perguruan tinggi belum maksimal sehingga varietas durian dengan berbagai rasa belum ada di Kalbar, seperti durian rasa mentega, keju, asam dan sebagainya. Sama halnya seperti kayu lain misalnya meranti karena hasil penelitian, sebelumnya bisa ditembang setelah umur lima puluh tahun sekarang bisa 25 tahun sudah dapat ditebang.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kalbar Kamaruzzaman ditemui di Balai Petitih Kantor Gubernur sehari sebelumnya mengharapkan, agar pemerintah mencegah penebangan terhadap komoditas buah-buahan seperti durian, langsat dan sebagainya, karena dalam program visit Kalbar 2010, agrowisata juga termasuk dalam agenda akbar pertama di Kalbar tersebut.
“Penebangan durian harus dicegah karena durian untuk konservasi yang mendukung ekonomi kerakyatan jika tetap menebang ya diberi sanksi dong durian itukan komoditas yang bisa juga menarik wisatawan,” tegasnya.
Menghilangkan Identitas
Deputi Direktur Walhi Kalbar, Blasius Hendi Candra, menjelaskan durian sebagai komoditas hutan hujan tropis harus dilindungi, menghilangkan durian bearti menghilangkan identitas.
Hendi kuatir penebangan terhadap komoditas hutan lokal ini sebagai bentuk penghilangan identitas masyarakat lokal di Kalbar, “Semua tahu kalau durian itu sebagai salah satu nadi perekonomian masyarakat kampung kenapa harus dimusnahkan hanya untuk kepentingan sesaat sementara durian itu ada sudah turun-temurun sangat disayangkan kalau pemerintah tidak segera mengambil sikap tegas,” ujarnya kesal.
Hendi berharap pemerintah tegas dalam mengambil tindakan terhadap siapa saja yang merusak ekosistem masyarakat lokal di Kalbar, “langkah pemerintah kalau berani buat perda mengenai penghargaan terhadap masyarakat lokal agar pemerintah punya komitmen nyata menghargai kearifan masyarakat lokal, durian itukan kearifan lokal turun temurun di Kalbar kenapa harus dibabat juga,” ujar Hendi setengah bertanya.