Thursday, 25 April 2013

Gisel Yuline HenTakun

Gisel Yuline Hentakun
“Pa, bangun mama sakit perut,” ujar istriku, Henny Florentina seraya memegang perutnya. Saya bangun, waktu menunjukan sekitar pukul satu lewat. Dia mengerang kesakitan, tak ada bayangan kalau pagi itu jam 02.00 WIB anak saya akan lahir, memang kemamilannya sudah mencapai bulan terakhir dan mendekati tangal melahirkan, namun prediksi Bidan di Kampung itu sekitar tanggal 25 Juli 2012, atau enam hari lagi.
Hanya meminta mengantarkan ke kamar kecil. Saya menuntunnya, namun di kamar kecil erangan semakin kuat, Saya meminta supaya pintu kamar kecil tidak di kunci. Sejurus kemudian dia memanggil saya untuk membantu keluar kamar kecil, dia mengatakan kalau celananya basah, pertanda ketuban pecah, “Pa, mama mau melahirkan, tolong bangunakn nenek dan kakek,” pinta istriku lirih menahan sakit. Setelah membaringkannya, saya menuju kamar mertua dan mengedor pintu mereka, sejurus mereka bangun walau masih terlihat ngantuk, saya sampaikan kalau istri saya mau melahirkan. Mereka bergegas menuju kamar dan mempersiapkan karpet spon di atas tempat tidur kami, istri saya berbaring di situ.
Kami beruning sekitar lima sepuluh menit, sementara istriku masih mengerang sakit. Saya dan kakek memutuskan untuk memangil bidan di ujung kota kembayan, karena bidan yang merawatnya selama hamil ke luar kota. Subuh pekat Alfa tua menderu menembus dingin, di boncengan pikiran saya berkecamuk, dag dig dug gembira, was-was menjadi satu.
NEK BIDAN
Kepalan tangan dan tendangan di pintu teralis ternyata tidak cukup kuat membangunkan bidan yang kami tuju. Hati kesal bercampur marah, namun bisikan meminta supaya saya sabar dan maklum karena jam segitu jamnya enak tidur, jadi meski medis bekerja tak kenal waktu ya harus dimaklumi, mungkin saja dulu waktu pendidikan tak diajarkan PPGD atau belajar tapi PPGD tidak lulus, maklum di kampung.
Kami berdua bapak mertua menanyakan ke rumah di depan mereka, ternyata memang sudah bangun, ya sudahlah. Namun ada tawa kecil dengan muka geli dari salah satu mereka, saya cuekkan saja, lalu mertua saya mengatakan, kalau yang tertawa tadi itu mentertawakan saya karena hanya menggunakan celana dalam dan singlet Gtman hitam, alamaaak malunya saya. Karena paniknya lalu tak sadar kalau ke pasar hampir tanpa busana, dibonceng mertua pula.
Kami meninggalkan pasar dan menuju depan rumah dengan maksud memanggil Nenek Bidan Anas. Bidan sepuh berpengalaman dan sabar, beliau mantan suster, memang jarang konsultasi ke Nek Bidan, karena beliau sudah tidak mau ‘mengurus’ orang hamil, apalagi hamil pertama. Namun malam itu saya memaksa Nenek untuk ke rumah karena tidak ada lagi tenaga medis lain, Nenek pun bersedia dengan Bidan Kit seadanya membantu persalinan istri saya. Subuh itu saya diminta bantuan Nek Bidan mengambil peralatan yang kurang, (maaf masih berkolor ria), sudah seperti setrika pakaian ke rumahnya membangunkan anaknya yang Bidan pula untuk mengambil alat persalinan yang kurang, kapas suntik, sarung tangan, sampai tak tahu kalau anak saya sudah lahir, saya masih saya bolak balik mengambil alat, gurita, dot bayi. Memang persiapkan kami sudah ada, namun sudah terlanjur dimasukan travel bag karena persiapan ke pontianak besoknya tanggal 19 Juli. Inginnya, istri saya melahirkan di pontianak, karena melihat kondisi kehamilannya yang lemah dan sering mual  dan muntah. Biar aman dan saran Bidan di Kembayan pun harus ke pontianak untuk persalinan.
Namun, sore sebelum lahir, Istri saya ajak bicara Janin di dalam perut, ditanya mau lahir di rumah atau di Pontianak, ternyata subuh jam 02.00 WIB tanggal 19 Juli 2012 anak saya menjawabnya dengan lahir di kamar sederhana 4x4 meter itu, persalinan normal pula, puji Tuhan. Walau tangisan pertamanya tidak sempat saya dengar, begitu selesai mengambil peralatan nenek bidan, saya langsung mencium keningnya, sejurus, nama pun diberikan GISEL YULINE HENTAKUN, kami menginginkan anak itu kelak menjadi orang yang berguna bagi semua orang, bagi orang lemah, bagi orang yang membutuhkan pertolongan hidup. Istri saya tersenyum simpul lihat tingkah polah suaminya yang sedikit norak, perasaan was-was, hampir tak berbusana ke pasar terbayar sudah dengan lahirnya bayi imut itu. Semoga setiap langkahmu selalu dilindungi Tuhan nak. 

0 comments