Friday 16 July 2010

Masyarakat Desa Merawa Melestarikan Pohon Durian dengan Kearifan Lokal

Durian bagi masyarakat Dusun Kangking, adalah penopang perekonomian sehingga masyarakat sendiri melarang pembabatan pohon durian meski tidak ada larangan pemerintah

"Durian itu salah satu mata pencaharian kami, jika musimnya seperti ini rejeki buat menambah keuangan keluarga,” ujar F. Nariyanto (43), penduduk Dusun Kangking Desa Merawa Simpang Hulu yang ditemui di bawah pohon durian, Minggu (19/7) pekan lalu.
Laki-laki yang akrab sapa Nari yang menjabat sebagai bendahara Desa Merawa itu bersama putra bungsunya Dudung mencari buah durian. Di Desa Merawa terdapat sekitar 200 pohon durian yang masih bisa berbuah, dan sekitar tujuh puluh batang di Dusun Kangking yang musim buahnya bulan Juli dan Februari setiap tahun.

Nariyanto penduduk asli dan tinggal di Dusun Kangking Desa Merawa Kecamatan Simpang Hulu Kabupaten Ketapang. Menurut data laporan penduduk Desa Merawa, Dusun Kangking mayoritas penduduknya suku Dayak Kua
lan, memiliki 75 kepala keluarga, semuanya hidup bertani, sebagaimana orang Dayak yang tinggal di perkampungan dan sudah hidup turun temurun, hasil hutan merupakan urat nadi perekonomian dan filosofi mereka. Filosopi hidup karena tanda-tanda alam masih diyakini, sehingga bila hutan dibabat menurut Nari rakyat Merawa umumnya tidak bisa hidup. “Kalau hutan kami dibabat, kami mau cari makan ke mana, ini sudah dekat dengan pegunungan Merawa sebagai hutan lindung kami dan tak boleh diganggu, hutan itu nafas kehidupan kami,” ungkapnya.
Nari mengungkapkan, beberapa kali Desa Merawa didatangi perusahaan perkebunan untuk membuat tapal batas pembagian lokasi perkebunan, namun ditolak mentah-mentah warga setempat, sehingga pihak perusahaan pulang tanpa hasil, begitu juga rencana program perkebunan albasia, ditolak masyarakat. Laurensius Ajun Kepala Desa Merawa ditemui di Kediamanya di Dusun Giet Desa Merawa mengatakan, lebih memilih karet jika ada program pemerintah untuk membantu pembangunan ekonomi desanya,”masyarakat di desa kami lebih memilih karet, karena itu yang sudah membumi, kalau komoditas perkebunan lain masyarakat terus-terang saja menolak kami tidak mau seperti daerah lain yang menderita dan kehilangan air bersih,” ungkapnya.

Data menyebutkan di Desa Merawa, perkebunan karet paling dominan, dan sudah dimasyarakatkan pula beberapa hektar kebun kakau bantuan credit union (CU) setempat dalam bentuk kredit lunak ke penduduk. Ekosistemnya masih seimbang, warga bebas menikmati air sungai yang tidak tercemar limbah apapun, karena selain menikmati hasil alam, segala jenis kegiatan seperti PETI, perkebunan, tidak diperbolehkan masuk ke desa tersebut. “Di desa lain silahkan kalau di desa kami PETI dan perkebunan mohon maaf,” tegas Ajun.
Selain dua komoditi tersebut, hasil hutan lainnya seperti durian jelas juga sebagai komoditi unggulan musiman yang sangat membantu menunjang perekonomian keluarga, meskipun SKAU sudah diterbitkan pemerintah, bukan berarti serta merta pohon durian bisa ditebang.

Menurut Nari, di Desa Merawa untuk memperkuat kelestarian hutan maka dibuat Perdes yang melarang penebangan durian, menuba sungai, berladang rimba, apalagi merusak ekosistem tumbuhan yang ada di gunung Merawa, sehingga masyarakat memanfaatkan lahan tidur persawahan yang memiliki luas sekitar seribu hektar di desa Merawa. Selain Perdes, hukum adat Dayak juga masih kuat mengatur pola kehidupan masyarakat.
Catan (37) penduduk Dusun Kangking lainnya mengatakan, menebang durian sama saja mengurangi mata pencaharian mereka, Catan tidak malu seandainya disebut kuno atau kolot yang penting alam tetap lestari dan masyarakat tidak susah mencari makan. “Pemerintah pasti tahu bagaimana kehidupan masyarakat pedalaman Kalbar yang bergantung pada hasil hutan, kami yakin tidak akan semena-mena,” ujarnya polos.
Empe (42) warga Kangking yang rajin mencari durian mengungkapkan, dengan harga karet yang anjlok seperti ini, durian bisa menjadi pilihan, harga perbuah lima sampai 10 ribu rupiah, tergantung besar kecilnya bahkan sampai lima bel
as ribu. “Masyarakat rata-rata mendapat 80 buah perhari dikalikan saja,” jelas Empe.
Peluang Agrowisata
Sekretaris Masyarakat Perhutanan Indonesia Kalbar, Gusti Hardiansyah di Pontianak (24/7) mengakui memang durian tidak dilarang ditebang setelah dikeluarkan SKAU, namun jika kearifan lokal kuat dan masyarakat setempat menghendaki agar durian tidak ditebang, sebaiknya pemerintah atau perusahaan menghormatinya, supaya tidak terkesan rakus.
“Durian boleh saja ditebang, namun untuk kepentingan buah jangan ditebang seperti halnya pohon kayu madu (tapang) dan tengkawang meski boleh sesuai SK Menhut namun hak masyarakat adat seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 1 tahun 2009 tentang pengakuan negara terhadap hak adat harus tetap dihargai,” jelasnya.
Untuk kepentingan perusahaan menurut Dosen Fakultas Kehutanan Untan itu, durian dikategorikan sebagai kayu papan tengah kelas
II-III, untuk kelas I seperti ulin, bengkirai sehingga untuk kayu kelas satu yang dibutuhkan perusahaan untuk industri seperti plywood, sedangkan kayu durian itu alternatif.
Ia juga mengakui, durian di Kalbar sudah dibudidayakan sejak zaman nenek moyang di tembawang, misalnya di Batang Tarang Sanggau, Sukadana KKU. Namun menurutnya di Kalbar sebaran pohon durian hanya sekitar lima persen namun peluang agrowisata besar walaupun terkesan langka. Di Singkawang misalnya di arah Karimunting ada durian yang berpotensi untuk agrowisata.
Mengenai perkembangan durian agar menghasilkan berbagai rasa, kandidat Doktor IPB Bogor tersebut mengakui riset perguruan tinggi belum maksimal sehingga varietas durian dengan berbagai rasa belum ada di Kalbar, seperti durian rasa mentega, keju, asam dan sebagainya. Sama halnya seperti kayu lain misalnya meranti karena hasil penelitian, sebelumnya bisa ditembang setelah umur lima puluh tahun sekarang bisa 25 tahun sudah dapat ditebang.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kalbar Kamaruzzaman ditemui di Balai Petitih Kantor Gubernur sehari sebelumnya mengharapkan, agar pemerintah mencegah penebangan terhadap komoditas buah-buahan seperti durian, langsat dan sebagainya, karena dalam program visit Kalbar 2010, agrowisata juga termasuk dalam agenda akbar pertama di Kalbar tersebut.
“Penebangan durian harus dicegah karena durian untuk konservasi yang mendukung ekonomi kerakyatan jika tetap menebang ya diberi sanksi dong durian itukan komoditas yang bisa juga menarik wisatawan,” tegasnya.
Menghilangkan Identitas
Deputi Direktur Walhi Kalbar, Blasius Hendi Candra, menjelaskan durian sebagai komoditas hutan hujan tropis harus dilindungi, menghilangkan durian bearti menghilangkan identitas.
Hendi kuatir penebangan terhadap komoditas hutan lokal ini sebagai bentuk penghilangan identitas masyarakat lokal di Kalbar, “Semua tahu kalau durian itu sebagai salah satu nadi perekonomian masyarakat kampung kenapa harus dimusnahkan hanya untuk kepentingan sesaat sementara durian itu ada sudah turun-temurun sangat disayangkan kalau pemerintah tidak segera mengambil sikap tegas,” ujarnya kesal.
Hendi berharap pemerintah tegas dalam mengambil tindakan terhadap siapa saja yang merusak ekosistem masyarakat lokal di Kalbar, “langkah pemerintah kalau berani buat perda mengenai penghargaan terhadap masyarakat lokal agar pemerintah punya komitmen nyata menghargai kearifan masyarakat lokal, durian itukan kearifan lokal turun temurun di Kalbar kenapa harus dibabat juga,” ujar Hendi setengah bertanya.

0 comments