Thursday, 19 January 2012

Buku yang pernah di bedah di UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, Fakultas Usuluddin dan Filsafat, bersama Prof. DR. Komaruddin Hidayat dan Muhammad Ridwan Lubis dari Pusat Litbang kehidupan beragama di Indonesia, Prof. DR. M. Iksan Tanggok, Direktur Pusat Kajian Kawasan Asia Timur,dan penulisnya sendiri Platti dari Ordo Paradominikan ini, judulnya terkesan sugestif (atau bagi beberapa pihak provokatif) diterjemahkan dari bahasa Inggrisnya yaitu Islam: Friend or Foe? Judul bahasa Inggris (teman atau musuh). Namun, judul di atas harus dilihat dalam latar belakang buku ini ditulis. Pertama-tama Platti tidak menulis buku ini untuk pembaca Barat yang tidak mengerti Islam yang karena gempuran media mempunyai persepsi yang salah tentang Islam. Suka atau tidak suka Barat masih mempunyai Islamphobia karena pemberitaan yang tidak seimbang tentang Islam. Peristiwa (9/11) atas runtuhnya menara World Trade Center (WTC) membuat banyak pihak Barat shock atas dimensi kekerasan yang dilakukan kelompok kecil mengatasnamakan Islam.

Pengetahuan tentang Islam
Kurangnya pengetahuan yang mendalam tentang Islam plus kehadiran kegiatan kelompok minoritas radikal membuat wajah Islam dipertanyakan di Barat. Platti yang telah bergaul dengan orang muslim selama 40 tahun dan bertempat tinggal baik di Eropa dan Kairo selama 40 tahun plus studinya yang mendalam tentang Islam mencoba untuk menjawab bagi orang Eropa, bagaimana wajah Islam sebenarnya menurut versi atau studi Platti. Tentu jawaban Platti positif tentang Islam: Islam bukan musuh! Kalau membaca secara teliti buku Platti orang akan mendapatkan kesan bahwa tiga agama monoteis (Islam, Kristen dan Yahudi) sebenarnya mempunyai konektivitas satu sama lain.

“Kalau kami boleh katakan lebih dalam ketiga agama itu mempunyai akar semitik yang kuat yang di dalam perkembangan sejarah bak hulu sungai yang satu (baca: akar semitik) akhirnya mempunyai anak sungainya masing-masing,” terang Islamolog UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Johanes Robini OP, terkait isi buku ini.

Dalam buku ini, Platti mau menjawab pembacanya di Barat: daripada sebagai musuh, Islam sebenarnya sangat dekat dengan tradisi Kristen dan Yahudi sehingga Barat tidak perlu melihat Islam secara salah dan bahkan melihat Islam sebagai musuh. Islam itu “sepupu” tradisi Kristen-Yahudi.

Robini menjelaskan, hal lain positif yang dilihat dari Platti adalah ia menempatkan Islam sebagai agama yang menjawab manusia soal keselamatan. Bagi dia pada akhirnya Islam mempunyai tawaran keselamatan kepada umat manusia. Ini tentu hal yang luar biasa karena dikatakan oleh seorang imam Katolik yang kalau tidak terbuka pikirannya tidak akan mengatakan demikian. Bagi Platti Islam mempunyai tawaran spiritual. Justru di sinilah bagi pihak Islam harus kembali ke “fitrah” yang intinya Islam adalah sebuah agama: Islam pada akhirnya adalah perjumpaan dengan Tuhan yang menawarkan keselamatan. Di sinilah Platti dalam analisanya mengatakan pada akhirnya adalah bahaya atau “bermain api” kalau agama diletakkan dalam tataran politik atau digunakan untuk propaganda politik.

Persoalan yang sangat hangat mengenai jihad (hal; 91-109) dianalisis Platti dengan bantuan tokoh-tokoh Muslim yang otoritatif (Al-Bouti, Tariq Ramadan, Mohammed Talbi) bahkan bukan hanya diskusi di jaman modern melainkan diskusi klasik abad pertengahan. Ini juga kekuatan buku Platti: analisis historis yang kayak arena pengetahuan beliau mengenai dunia Islam bahkan klasik sekalipun.

Pembaca Indonesia pada akhirnya bisa menikmati buku ini yang harus diletakkan dalam konteks dunia Barat yang tidak mengenal Islam bahkan sudah sekuler dan kadangkala tanpa pengetahuan yang mendalam membuat sebuah penilaian yang akibatnya bisa fatal sehingga “image” islam dimengerti secara salah. Platti sebagai imam Katolik tentunya karena keyakinannya akan dimensi spiritual Islam yang bisa memberikan kontribusi yang luar biasa pada perkembangan dunia manusia perlu angkat bicara supaya Islam jangan salah dimengerti banyak pihak.

Memang kenyataan pahit harus dialami manusia pada akhir abad XX dan awal XXI yaitu semakin gencarnya gerakan fundamentalisme yang meski hanya sekelompok kecil namun selalu menjadi masalah buat semua orang mengenai otentisitas agama-agama. Pesan Platti sederhana: otentisitas agama adalah jawaban semua agama untuk membuktikkan bahwa agama itu asli dan punya tawaran yang berarti.

Untuk kita di Kalbar kedatangan Platti nantinya bersama direktur IDEO (Dominican Institute of Oriental Studies) Jean Jacques Perennes OP sangat mempunyai makna. Keduanya adalah imam Katolik tetapi hidup lebih dari 20 tahun di dunia Islam. Pengetahuan mereka akan Islam juga pergaulan mereka dengan saudara-saudari Muslim tentunya merupakan saksi hidup bahwa setiap perjumpaan yang jujur akan mengubah seseorang, “Mereka adalah saksi hidup bahwa fanatisme bukan jawaban di jaman kita dan semua orang bisa menjadi orang yang terbuka kepada sesama dengan syarat: keterbukaan hati sebagai dasar yang tidak lain adalah kejujuran dan pengetahuan yang cukup dalam akan yang lain,” tukas Robini.


Platti OP, Emilio, Islam, Kawan atau Lawan? Jakarta: CRID & PUKKAT UIN, 2010 (xviii+320 halaman)

Pernah diterbitkan di Borneo Tribune

Sunday, 15 January 2012

Bohong besar kalau kita merdeka, kita sebenarnya masih hidup di alam penjajah. Konflik kepemilikan tanah (Agraria)yang belakangan terjadi, memilukan. Mirip dengan sistem yang dilakukan Penjajahan Belanda. Dulu Belanda merampas tanah rakyat pendekatan terhadap pemimpin lokal. Bagi kerajaan atau pemimpin yang tamak dengan upeti, tidak terjadi perlawanan, bahkan kekuasaan kerajaan dibiarkan diobok-obok Belanda, banyak simbol kerajaan dikolaborasikan dengan Belanda, rakyat dibiarkan bekerja dan menjadi kuli ditanah sendiri,mirip dengan sekarang kan?, .Namun tidak sedikit yang menolak, sehingga pecah perlawanan terhadap Belanda.


Fenomena perampasan tanah
Rakyat yang selama ini tenang 'diganggu' pemilik modal (Kapitalis)yang ingin mengeruk kekayaan alam dengan merampas tanah rakyat untuk kepentingan pribadi. Kaum Kapitalis banyak yang menggunakan moncong senjata aparat penegak hukum untuk menakuti rakyat, dengan alasan keamanan investasi, namun moncong-moncong tersebut memuntahkan pelurunya, yang ironisnya dibeli dengan uang rakyat. Banyak kasus terjadi,penghujung 2011 dan awal 2012 seakan perang antara penjajah dan rakyat kembali pecah, korban penembakan berjatuhan.Fenomena perkebunan dan pertambangan yang merangsek semakin mengepung kenyamanan hidup masyarakat, tidak sedikit,tanah mereka di rampas hanya untuk kepentingan pemilik modal.

Belajar dari Konflik Diponegoro
Bagi Indonesia, Diponegoro Pahlawan. Belanda menganggap Diponegoro itu pemberontak,karena melawan kebijakan mereka. Diponegoro tidak mau tunduk lantaran masih memikirkan kesejahteraan rakyatnya, menghormati adat istiadat leluhurnya. Namun Belanda yang terlanjur doyan dengan ramuan penghangat badan, ingin setiap jengkal tanah di Indonesia ditanami bumbu-bumbu. Tidak mempedulikan kalau itu kuburan, atau ada tanaman lain milik rakyat. Diponegoro tetap pada pendiriannya.

Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.

Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat “perang sabil” yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden.

Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunaan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830. Kemudian dibuang ke luar Jawa.

Keadaan sekarang pun tidak berubah, bagi siapa yang melawan kebijakan pemilik modal akan 'dibuang' nyawanya, atau paling tidak diancam penjara, sehingga tidak sedikit yang mencari aman. Anehnya pemimpin daerahpun seakan tidak berkutik, melihat ulah kaum kapitalis yang menindas rakyat dengan merampas tanahnya. Ayo, amankan tanah masing-masing, penjajahan masih banyak di sekitar kita, jangan beri tanahmu kalau tak mau miskin dan melarat dikemudian hari.

Monday, 9 January 2012

"Pulanglah...." ujar Ibuku setengah berteriak lewat telpon genggam, "belum Bu, lihat kondisi akhir-akhir ini udah lumayan bagus, udah bisa makan bubur" jawabku. Memang kondisiku sejak resign dari tempat kerja cenderung menurun, tensi darahku labil, hampir 90 hari aku merasakan sakit yang tak jelas, panas tinggi namun tensi normal.Pernah merasakan dingin seperti masuk kotak pendingin, namun berkeringat sebesar biji Jagung. Tak tahu apa gerangan penyakit menyerang. Aku merenung setiap perkataan dan perbuatan ketika bekerja, hubungan dengan kerabat, orang dan sebagainya, rasanya tak ada yang membuat orang lain sakit hati.

Sejak terbaring, aku lebih banyak nonton televisi, membaca koran dan menunggui istri yang bekerja, untunglah masih bisa masak,dan melakukan pekerjaan rumah lainnya, "Sudahlah yang penting bisa sedikit menggerakan otot-otot," gumamku. Menurut orang tuaku, walau sakit seberat apapun, Aku tetap memaksakan diri bekerja, samp[ai benar-benar tidak mampu bergerak.

Sakit Siklus
Sejak 1992, sakit tak pernah Aku alami lagi. Namun akhir 2011, merupakan ujian terberat setelah aku menikah, istriku tidak kaget, karena sudah aku ceritakan perihal kondisi badanku. Dia sangat siap, walau sekali-sekali aku melihat kejenuhan di raut mukanya, bekerja sampai malam, kalau pulang menunggui suami sakit. Sungguh pekerjaan yang tidak mengenakan. Pekerjaan yang tidak pernah dicita-citakiannya sejak kecil. Namun menurutnya inilah ujian awal pernikahan kita, "Maafkan abang, lalu sakit begini,", " Tak apa abang istirahat yang cukup, dan minum obat teratur biar cepat sembuh, jangan pikirkan pekerjaan," ujarnya lirih.

Mengandung
Ditengah sakit mendera, suatu pagi aaku terbangun karena istriku pagi-pagi sekali ke kamar mandi, sebuah kebiasaan yang jarang dilakukannya, setidaknya setelah menikah. Kami sering bermalas-malasan di tempat tidur sambil bercanda dan menyusun rencana hidup, kalau bangun pagi, bertukar cerita mimpi malam dan mengungkapkan impian. "Bang, positif...!," ujarnya sambil menunjukan alas tes manual padaku yang masih berselimut. Syukurlah gumamku dalm hati, ternyata kerja kerasku selama ini membuahkan hasil. Berarti sembilan bulan ke depan aku tak boleh sakit apalagi sampai terbaring seperti ini. Senyum merekah dalam hatiku, seolah ingin sembuh waktu itu, namun tidak berdaya, aku tetap saja merasakan dingin dan pusing serta mual. Untuk memastikan, kami ke Bidan di kampung itu, dan hasilnya benar-benar positif, istriku diberi secarik kertas dari bekas bungkusan susu, sementara buku KMS belum ada. Kami pulang, dalam balutan jaket, hatiku tersenyum, ya tersenyum saja.

Merry Christmas Lemas

Beberapa hari menjelang Natal, kami memutuskan pulang ke Kembayan, kampung istriku. Aku lebih dulu diantar kerabat yang kasihan melihat kondisiku semakin memburuk. Badanku turun 15 kilogram. Kumisku tak terawat apalagi rambut dan aroma badan, benar-benar gembel. Aku memaksakan untuk mandi agar aroma di dalam Mobil tidak terlalu menyengat. Jam 12.00 aku diantar ke tempat mertua, di sana masakan dan minuman hangat serta minyak urut siap, namun makanan tak satupun aku sentuh, aku muntah lagi dan terbaring hingga malam menjemput. Ibu mertua memasakan bubur namun sekin sendok dimakan begitu juga keluar, sepertinmya siklus lancar, lalu ke Puskesmas, tukang urut dan sebagainya dilakukan, ketika istriku menyusul liburan. 24 Malam kami menikmati natal, aku sempat mengantar istri ke salon, lagi-lagi ibu dikampung menelpon dan minta Aku pulang untuk berobat, Aku oke-kan selesai Natal, karena aku ingin melewati liburan natal bersama istri tercinta, ini moment pertama setelah pernikahan kami.

Istriku membelikan Kemeja bermerek lengan panjang, harganya lumayan, karena merek terkenal. Kemeja kesukaanku. Dia membeli gaun mini kesukaanku, yang setiap kejakarta aku belikan. Kali ini Krem warnanya dia beli bersama kemejaku. Kami ingin memakainya bersama hari Kelahiran Yesus Kristus. Aku senang, dalam sakit mendera aku tersenyum dan mengecup kening istriku di kamar, "terima kasih sayang'" tak terasa bulir bening keluar dari sudut mataku.

Malam tanggal 25 aku ke Gereja bersamanya, menggunakan batik Pink dia senang, tersenyumdan memelukku, namun suasana hatiku tidaktenang karena balutan penyakit, aku selalu keringat dingin, namun berusaha tidak membuatnya kecewa, "Paling tidak malam ini," gumamku. Aku berusaha duduk didekatnya, kami duduk didekat pintu masuk, Perayaan Natal berjubel. Ukuran gerejayang tak sebanding membuat umat, termasuk aku tidak nyaman. Harusnya natal digereja baru persis di depan rumah, namun gereja yang dibangun mirip gereja-gereja di Eropa tersebut belum selesai, sehingga Gereja sementara yang hanya menampung 100 orang digunakan. Aku tidak konsentrasi, aku keluar gereja dan duduk di teras Puskesmas yang kebetulan berhadapan. banyak yang menyalami dan menegurku, menanyakan kondisi serta kabar, karena kami menikah Gereja di Kembayan, orang-orang di situ banyak mengenaliku, karena wajah sedikit unik, pucat tanpaekspresi, apalagi kalau bukan Demam tak tentu rudu, namun kupaksakan tersenyum biar mereka tak kecewa.

Setelah komuni aku putuskan ajak istriku pulang, biar tidak terlalu malam, aku (*maaf)muntah lagi tiba di rumah, kembali ke tempat tidur kupikir menjadi pilihan tepat. Pagi, ingin aku sembahyang karena istriku sudah bangun, dia sudah di depan kaca, mengajakku sembahyang, aku bangun dan mandi, menggigil yang aku rasakan, bulu-buluku merinding. Aku paksakan memakai baju kemeja yang dibelinya, kusemprot minyak wangi, kupasang sepatu, kami ke gereja, Gaun Krem membuatnya semakin cantik walau sedang hamil. Sampai di ruang tamui aku teduduk, aku mau pingsan, mukaku dingin, badanku meriang aku terduduk di kursi tamu, istriku trerlihat kecewa, "Yang, kita pakai di rumah saja ini pakaian, abang tidak kuat," Sangat berat hatinya untuk mengiayakan namun apa mau dikata, aku tidak bisa bangun, Aku minum air putih dan mencoba bangun menuju ruang TV di lantai atas, dan terbaring di sana. Selamat Natal 2011 gumamku, mimpipun menjemput, demam kembali menyerangku, panas tinggi, sehingga kompres keningku selalu kering dan berkali-kali dibasahi.

Berobat
Tiga hari setelah perayaan Natal, aku pulang kami menyewa Mobil, karena istriku tidak boleh banyak bergerak, perutnya semakin membesar, dia juga sekali-sekali mual. Kami kembali ke Pusat Damai, aku langsung ke Kangking, Ketapang. Empat jam jaraknya, membuat kondisiku semakin memburuk, aku tak bisa tersenyum, bahkan pandanganku kabur, kepalaku berdenyut, leherku seperti ada yang memukuli, telapak kakiku seperti menginjak bongkahan es, ah kenapa badan ini. Aku berusaha, ke kampung, naik motor hujan sampailah di Kangking tanah kelahiranku. Ibu dan bapak serta kerabat yang harap-harap cemas tersenyum kecut melihat kondisiku, yang sudah pucat pasi, segera Ibu memasak bubur, bapak mencari ramuan. Tak kuhiraukan pesta pernikahan di Rumah sebelah, yang juga kegaduhan karena kedua mempelai pingsan setelah pemberkatan, hampir satu hari mereka bergelut dengan kecemasan, kedua mempelai tidak sadar, hingga tengah malam kudengar alunan musik dangdut menggema pertanda keduanya sudah sadar, mungkin lagi 'belacek'. Aku tak bisa tidur, dingin menyelimuti, mebngalahi ketebalan selimutku. Bapak dan Ibu serta keluarga tidur bersamaku,malam itu mimpi buruk dan ketakutan menyelimutiku. Ketakutan akan kematian, ketakutan akan penghakiman di akhirat karena aku tak mampu melawan penyakit, aku gampang menyerah, aku tidak kuat menghadapi hidup, kalah dari orang cacat, orang buta, orang miskin. Aku mulai ingat akan Tuhan, dan berdoa, "Tuhan kalau boleh, beri aku kesempatan untuk hidup kembali aku akan membahagiakan istri anak dan keluarga ku, serta memujiMU," Rosario hadiah pernikjahan tidak pernah hilang di tanganku. Istriku selalu aku ingatkan agar membawa benda tersebut kemanapun pergi termasuk ke alam mimpi.

Musim buah, membuat seleraku bangkit, bubur yang dimasak selalu ku lahap, orang kampung silih berganti memberi dorongan, ada yang memberi ramuan, dan aku seduh dengan air panah di dalam buluh, kuminum setiap hari tiga kali, dua sampai tiga hari selera makanku bertambah, buah-buah aku lahap, namun mungkin selamanya aku akan bersahabat dengan Kunyit, Serai dan Cabe, bumbu yang selama ini aku musuhi, tak bisa ku santap lagi. Selamat datang 2012.