Saturday, 21 May 2016

Kebanggaan dan kebahagiaan orang tua, ketika semua anaknya sangat dekat secara emosional dalam segala situasi, apalagi kalau dekatnya sejak dalam perut. Anak pertama saya Gisel Yuline Hentakun, sekarang lebih tiga tahun, sejak dalam perut sudah sangat dekat, dia memilih lahir di rumah di Kembayan, karena tahu kondisi ekonomi orang tuanya, dan tidak menyulitkan orang tuanya ketika lahir, hampir tanpa dibantu. Itu Gisel, sekarang anak itu tumbuh dan tanda-tanda kemandirian sudah terlihat, puji Tuhan.

Saya memang ini melestarikan marga Takun, sehingga anak-anak bahkan cucu dan cicit nantinya menggunakan nama itu, karena nama Bapak saya itu khas Dayak, dan punya nilai historis yang bagi saya sangat tinggi. Saya pun terima kasih dengan orang gila sebut saja namanya severianus endi, alias endi djenggoet, dialah yang memanggil saya Takun, itu memang nama Bapak saya, karena nama saya Hendrikus Christianus Takun. Masuk akal disingkat HenTakun, dengan "T" kapital.
Walau endi, gila tapi lulusan komunikasi Atma Jaya Yogyakarta dengan predikat memuaskan (IPK-nya ga usah disebut) meski agak lama, saya akhirnya memahami kenapa orang itu kuliahnya lama, karena di kampusnya banyak yang segar, jadi obat awet mudalah. Padahal secara IQ lebih pintar, bahkan cenderung cerdas bahasa Dayaknya bagus, demikian inggris. Stop bahas orang itu, nanti dia besar kepala, karena susah ditelepon.

Kelahiran anak kedua saya itu, membuat jantung saa berdegup sanga cepat, bagaimana tidak, hampir seminggu mamanya ngadem di rumah sakit Antonius, padahal sudah buka tiga kata dokter Petrus Juntu, dokter spesialis yang menangani orang-orang melahirkan di rumah sakit swasta Katolik terbesar di kalbar itu. Dokter ini banyak menolong orang tidak mampu, profesional dan familiar. Jika memang kita tidak mampu secara finansial, maka biaya rawat inap menjadi sangat bisa dijangkau. Petrus Juntu orang Balai Berkuak, salah satu dokter spesialis dari Balai Berkuak yang sukses di Pontianak.

Ketika istri saya mau melahirkan anak kedua, Juntu-lah yang menanganinya. Adalah Marshall nama anak imut itu, lahir sekitar jam 10 malam di ruang bersalin Santo Antonius, Lali-laki yang kini tujuh bulan lebih itu, harus menunggu bapaknya datang baru mau keluar dari perut mamanya. Saya habis acara dari Kenepai Komplek jaraknya jauh dari pontianak, hitungan hari baru sampai, malam itu pelantikan temenggung di kampung yang aksesnya melalui kebun sawit yang kalau tak paham bikin nyasar bisa sampai ke Malaysia.

Signal selular pun tak ada. Sehingga sampai di Semitau, saya mendapat telpon istri saya Henny Florentina, kalau sudah beberapa hari buka tapi belum juga lahir, takutnya air ketuban habis, opsi saya waktu itu hanya cesar, bayangan saya bagaimana perut istri saya dibelah dijahit lagi. Ah...mengerikan, itulah perjuangan seorang istri, luar biasa, Puji Tuhan tidak. Saya memberanikan diri ijin dengan pimpinan untuk pulang lebih dulu, terima kasih puji Tuhan saya diijinkan, nanti setelah selesai semuanya menyusul gabung lagi dengan pasukan Boax. Yang saya ingat, beliau bilang, "Kau pulang urus dulu, itu nyawa manusia,",  sungguh sangat bijaksana. Sepanjang jalan saya dikuatkan dengan kami berbalas pesan singkat. Terima Kasih Pak, saya juga dibantu segalanya oleh beliau, rasanya berdosa kalau sampai tidak bekerja tulus dengan beliau.

Subuh jam 2 saya pulang, diantar dua anggota Polpp Mas Bowo dan Mas Hendra, mereka berdua ini tulus. Walau ngantuk luar biasa, mas Bowo tetap mengantar saya ke Pala Kota sekitar 1,5 jam dari Semitau, di sana sudah menunggu Pak Numsuan Karo Humas Pemprov Kalbar, kami menuju Sintang, dari Sintang, saya bersama Staff Humas Bang Nurbuat menuju Pontianak, carter Mobil, sepanjang pagi kami menuju pontianak, Sampai di Pontianak saya langsung ke rumah sakit, di ruangan sudah menunggu istri saya dengan harap-harap cemas. Saya cium perut dan keningnya, di perut istriku saya bilang, "Nak, kalau mau lahir lahirlah Bapak udah datang," respon dengan gerakan alami bayi dalam perut ada, seakan mengiyakan. saya tarik nafas dalam, menenangkan istri, semua akan baik-baik saja.
Marshall Rudao Hentakun, panggilannya si Bujang Macal

Malamnya anak saya lahir, laki-laki, kami namakan Marshall Rudao HenTakun, Marshall (karena saya suka nonton film perang amerika, ada kapten Marshall),  Ada juga Wakil Presiden Amerika, seorang politikus. Kata "marshall" pun enak diucap, kalau di Dayak, Marshall dipanggil kesanyangan jadi Macal, Mamacal, bahasa Dayak Simpang Hulu artinya kurang lebih Mulok, ngotot, orangnya mamacal kalau menginginkan sesuatu, ngotot kalau menginginkan sesuatu. Tentu dengan perjuangan mandiri, itu yang kami dua mamanya harapkan. Rudao, diambil dari film Warriors of The Rainbow : Seediq Bale. Film ini menceritakan seorang Kepala Suku Seediq Bale, Mona Rudao, memimpin masyarakatnya melawan penjajahan Jepang. Takun, adalah Kepala Desa Merawa, Rangkaya, ibaratkan di Indonesia itu Jaksa Agung dalam masyarakat Dayak Kualan. Juru Damai bila terjadi konflik di masyarakat Dayak Kualan, dan pemutus perkara adat pada tingkat tertinggi. Jadi ada tiga unsur, lokal, regional, Internasional dalam diri Marshall Rudao Hentakun. Tentu, semua orang tua berharap anak-anaknya berhasil, anak itu, kata Uncle Marcellus Basso, salah satu tokoh Dayak Kapuas Hulu, adalah anugerah Tuhan, bukan titipan Tuhan (Iyakan uncle), kelak dia mau jadi apa, kita orang tua hanya membimbing, mengarahkan. Garis Tangan anaklah yang menentukan. Puji Tuhan, yang tua, ciri-ciri kemandirian sudah terlihat, yang kedua, ngototnya pun sudah terlihat.
Tuhan maha besar, meskipun saya bukan siapa-siapa di dunia ini, Tuhan mau memberikan tanggung jawab besar pada saya, yang kata orang Gemuk, hitam, pendek, kelak bisa membesarkan anak-anak saya agar lebih baik hidupnya dari kami sekarang.