Monday 9 March 2009

Suatu Kebodohan?

Pagi itu otak saya error. Saking errornya tidak ada persiapan ketika berangkat memburu berita, padahal banyak yang bisa ditulis. kalbar besar, kemiskinan pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai. belum lagi illegal logging, perampokan kian menjadi, tata pemerintahan tidak jelas karena legislatif dan eksekutif berebut kuasa, masing-masing tidak mau kalah

Ini lahan buat wartawan," kata teman suatu ketika.
Pertikaian bisa dibesarkan dan dikecilkan tergantung kelihaian wartawan memainkan situasi, pun kalau wartawannya cerdas
Kadang saya juga tak suka dengan profesi ini, namun karena panggilan dan hobi, pusing bagaimanapun tetap saya jalankan. Bukan apa, hanya benci sama diri sendiri saja, ide kadang hilang, pas tidur atau diatas motor seribu ide muncul untuk meulis apa saja, termasuk menulis yang ( maaf) jorok-jorok tentang lawan jenis babi jantan, ditempat pemotongan.

**
agak tak nyambung, Pagi itu saya berangkat berburu. Pulpen, buku dan kamera serta perlengkapan tempur lainnya sudah menyatu di Tas pemberian Pertamina. Tas kerja itu setia berpagut di punggung setiap hari, tanpa komentar mencium bau keringat yang kadang tak sesuai selera penciuman normal.
saya melaju di jalanan, perut keroncongan, semadi nam saya singgah di Pak Tea, karena malamnya, Pak Sarimin, Guru SLTP saya meminta ke rumah. Dia bawa oleh-oleh dari Darit, Mempawah Hulu, Landak. Ini...ni... sangsang babi, wuih enak sekali-sekali enak.
Tanpa banyak cing-cong saya makan hampir tak ditawar sama orang rumah, niat makan hampir bersamaan dengan tawaran. Pak Tea yang seprofesi dengan saya sebagai pemburu menyirap daging babi yang sebelumnya dipotong sagola.
Enak sekali rasanya makan pagi itu...saya tak tengok kiri kanan...saya makan karena saya lapar.
sambil menunggu Pak Tea mandi, saya nonton metro TV, iklanya berturut-turut Jusuf Kala dengan golkarnya, saya ogah nonton, namun ketika pindah di chanel lain, sama saja, iklan parpol mulu.

Beberapa hari sebelumnya, saya hilang selera meliput JK yang datang ke Pontianak, dalam rangka kunjungan sebagai Ketua DPP Golkar, tugas itu saya limpahkan ke senior, agak tak sopan memang...tapi bagaimana, saya paling alergi dengan ketatnya pengamanan Paspampres, sampai-sampai ditegur wartawan pun paspampres tak mau nyahut, wajahnya pun terkesan tak bersahabat, saya malas dan pulang saja dari Zamrud Khatulistiwa. Di hati sudah hilang niat meliput JK, jengkel juga..."Tak tahu aslinya JK akrab tidak sama rakyat kecil, kan dia anak saudagar?".

Seberapa jahat ya orang Kalbar, sampai paspampres kayak gitu? gumamku. JK-kan dipilih rakyat, meski dia datang sebagai DPP Golkar, Rakyat tetap menganggapnya sebagai Wapres, Rakyat Kalbar ingin ketemu langsung dan mengeluhkan setiap kesengsaraannya pada pemimpin yang mereka pilih langsung.

Jaman Pak Karno, Pengamanan tak segitunya, beliau bebas berjalan dipematang sawah, ngobrol dengan rakyat di mana saja. Beliau tahu persis bagaimana kehidupan rakyat. Di malam gelap pun rakyat hafal dengan suara pak Karno.

Setahu saya, Pak Karno itu presiden Indonesia yang merakyat, kebapakan dan berkarakter sehingga banyak politikus yang menyertakan gambar Pak Karno dalam balihonya, padahal politikus tersebut sifatnya bertolak belakang dengan Pak Karno, boleh uji? apalagi soal karakter. Ah... jadi ngelantur.

Kami berangkat dari rumah, rencana mau ke Hotel Santika, liputan paeran pendidikan internasional, namun sudah selesai, kasihan deh. muka dua orang tanpa dosa keluar...dan membayar parkir, berlalu ke Jalan Ampera ketemu Deputi Direktur walhi, Blasius Hendi Candra, mau wawancara apa saj yang menjadi isu terhangat dari walhi.

Rumahnya di jaan Ampera, lewatnya Jalan Danau Sentarum, saya ditanya sama Pak Tea..."Ini lurus kah?"
"Lanjut?" kataku, padahal tak tahu dimana arah jalan Ampera.
eh...ternyata kami sudah sampai di Sungai Jawi...saya memang tak tahu mana jalan danau sentarum, apalagi Jalan Ampera.
Namun sok tahu saja, kan baru tiga bulan di Pontianak...mana bisa cepat menghafal jalan ruwet kota ini, apalagi menghafal kios liar di tepi jalan.

Kami nyasar...Pak Tea yang biasanya kalau marah jenggotnya tambah panjang tak bisa marah karena dia juga lama tak di Kalbar. Kami bingung, balik lagi ke jalan awal, nyari rumah Hendi. Aku hanya komentar " Tanyak Kelik Selubang namanya..."

1 comments

  1. jang
    pemulo mem diumbar ke publik
    emang neh seleb
    bakabelan pun masok infotainmen
    tapi secara "sitisen jurnalisem" bagas gak
    odeh basa soju neh
    meringu bah andreas harsono membedah neh
    nak miri kamus, gon terbit
    terpaksa mosek ka kole serubang gak am